Gajigratis.com Tanpa Keluar MODAL Tapi DAPAT KOMISI Milyaran Rupiah !!!

Jumat, 19 Maret 2010

3 Posisi Menggapai Orgasme


MASALAH orgasme menjadi masalah serius dalam suatu hubungan seks. Pasalnya, banyak wanita mengalami kesulitan mencapai puncak kenikmatan tersebut. Ada beberapa faktor penyebab wanita sulit mencapai orgasme di antaranya tidak memahami posisi atau gaya hubungan seks.


Riri & Yoez dalam bukunya “Tip & Trik Menggapai Kenikmatan Seksual” menjelaskan, posisi hubungan seks sangat mempengaruhi rangsangan yang dihasilkan Karena itu disarankan untuk memahami posisi-posisi seksual yang dapat memberikan rangsangan lebih, sehingga orgasme yang dihasilkan juga akan lebih baik.

Berikut ini tiga posisi yang bisa memberi solusi:

1. Modifikasi posisi missionary
Anda mungkin pernah mencoba posisi missionary standar sebelumnya. Tetapi banyak wanita mengeluh karena tidak dapat mencapai orgasme dengan posisi pria di atas ini.
Cobalah modifikasi posisi dengan terlentang, sementara kaki Anda di atas bahu pasangan Anda. Ini adalah posisi bagus jika Anda menginginkan stimulus klitoris untuk mencapai orgasme dan merupakan cara terbaik untuk mulai merasakan orgasme G-spot.

Selain itu pasangan Anda lebih leluasa mengontrol rangsangan G-spot, sementara Anda juga dapat memainkan klitoris untuk membantu mempercepat orgasme.

2. Berhadapan di tempat duduk tanpa sandaran
Posisi ini memberikan Anda kenyamanan lebih dan keseimbangan yang sama. Keduanya tidak akan merasakan beban karena saling berhadapan. Posisi ini memberikan rangsangan lebih pada G-spot dan posisi terbaik bagi Anda berdua untuk belajar bagaimana menurunkan dan meningkatkan rangsangan G-spot.

3. Berdiri dari belakang
Posisi ini lebih populer dengan istilah “doggy style” di mana wanita mengambil posisi dengan tangan dan lututnya sementara pria masuk lewat belakang. Tetapi jika Anda mencoba sedikit bungkuk ke depan, Anda akan menemukan tekanan pada G-spot dibanding posisi doggy style tradisional.

Bermasturbasi Pada Pria


Ada sebuah pernyataan yang sempat beredar di masyarakat, dikutip di majalah serta film, bahwa setiap tujuh detik, isi pikiran spesies homo sapiens yang berjenis kelamin laki-laki adalah: seks. Artinya, jika dalam satu hari seorang pria dalam keadaan bangun selama 16 jam, pikiran mengenai seks timbul dalam kepala sebanyak sekitar 8000 kali! Masuk akal?


Pernyataan tersebut ternyata merupakan mitos belaka yang tidak jelas sumbernya, kenyatannya tidak seekstrem itu.

Penelitian yang dilakukan oleh The Kinsey Institute di Indiana University, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa 54% pria memikirkan seks minimal 1 kali sehari,43% beberapa kali dalam seminggu atau sebulan, sedangkan 4% sekali sebulan. Dalam hal ini, faktor visual memiliki pengaruh yang besar. Arus informasi yang datang tanpa terbendung melalui media cetak, televisi, film, maupun internet membuat adanya rangsangan atau godaan visual tersebut makin mudah diakses.

Adanya pikiran atau rangsangan visual tersebut akan diikuti oleh suatu respon seksual. Respon seksual terdiri dari 3 fase: keinginan (desire), terangsang secara seksual (arousal), serta orgasme. Adapun orgasme hanya bisa dicapai dengan diberikannya rangsangan taktil (sentuhan) lanjutan pada alat kelamin, baik dengan hubungan intim biasa atau pun masturbasi. Karena banyaknya rangsangan visual yang mudah didapatkan, kemungkinan seseorang melakukan masturbasi pun semakin meningkat.

Masturbasi Dari Segi Kesehatan?
Kebiasaan masturbasi seringkali dikaitkan dengan kemampuan ereksi dan ejakulasi pria. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Bila dilakukan dengan tepat, onani atau masturbasi dapat melatih seseorang mengendalikan sensitivitas dan penerimaannya terhadap stimulus/rangsangan seksual. Yang dimaksud dengan tepat disini adalah dengan masturbasi seseorang dapat memanfaatkan rangsangan tersebut secara perlahan, jangan terburu-buru untuk mencapai orgasme. sehingga dapat meningkatkan lama dari penetrasi.

Namun, seperti halnya kebiasaan lain, segala sesuatu yang berlebihan akhirnya dapat mendatangkan dampak yang tidak diinginkan. Masturbasi yang terlalu keras atau terlalu sering dapat mengiritasi kulit penis. Jika menggunakan alat bantu seperti kain, proses tersebut dapat menyebabkan luka pada saluran kemih bawah sehingga terbentuk jaringan parut di dalamnya. Adanya jaringan parut ini dapat menyebabkan pancuran urin yang bercabang atau muncrat sulit dikontrol. Pada kasus-kasus tertentu, mastubasi bahkan dapat menyebabkan fraktur penis, yaitu robekan pada tunika albuginea penis. Hal ini terjadi jika penis yang ereksi menghantam objek yang keras atau menghadap ke bawah.

Seseorang dengan kebiasaan terlalu sering masturbasi dapat mengalami perubahan pola tidur, stres, gangguan panik/kecemasan, lemas, kurangnya konsentrasi yang pada akhirnya dapat juga menyebabkan disfungsi ereksi dan impotensi. Jika sudah memiliki pasangan, masturbasi yang terlalu berlebihan justru dapat menyebabkan hilangnya kepuasan dalam berhubungan seks dengan pasangannya.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara hubungan seksual dan masturbasi dengan risiko kanker prostat. Sebetulnya beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda. Pada tahun 2003, sebuah penelitian yang dimuat pada BJU International menunjukkan adanya hubungan antara ejakulasi yang terlalu sering saat muda dengan risiko kanker prostat pada masa tua. Namun, The Journal of the American Medical Association pada tahun 2004 melaporkan bahwa frekuensi ejakulasi tidak berkaitan dengan peningkatan risiko kanker prostat.

Pada bulan Januari 2009, BJU International dimuat suatu penelitian yang menunjukkan bahwa seringnya masturbasi pada pria muda meningkatkan risiko kanker prostat, namun pada orang tua justru risiko tersebut berkurang. Sebagai tambahan, hubungan seks justru tidak mempengaruhi risiko kanker prostat. Teori yang diajukan peneliti adalah bukan proses masturbasi yang meningkatkan risiko kanker prostat, melainkan tingginya kadar hormon seks pada pria-pria muda tersebut. Kadar hormon seks yang tinggi itu lah yang membuat mereka menjadi lebih sering masturbasi serta meningkatkan risiko kanker prostat yang sensitif terhadap hormon (jika mereka memiliki faktor risiko genetik). Sedangkan pada pria di atas 50 tahun, menurut para peneliti tersebut, masturbasi yang sering justru membantu mengeluarkan cairan prostat yang mungkin mengandung substansi-substansi penyebab kanker.

Memang dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan masturbasi dan kanker prostat ini. Namun, ada seperti yang telah dipaparkan di atas, masturbasi yang terlalu sering dapat menimbulkan efek-efek kesehatan yang tidak diinginkan. Jadi, ada baiknya jika dorongan untuk masturbasi tidak selalu “dituruti”. Cobalah untuk mengalihkan perhatian, setiap kali merasa ingin melakukan masturbasi, apalagi jika sudah terlalu sering.

Anton

Siang menyengat kota Yogya, dengan langkah gontai Anton berjalan di koridor kampus menuju ruang administrasi. Dia harus mendaftar ulang hari ini, hingga jam 12 siang, bila ingin ikut KKN. Rambut setengah bahu dan tak pernah berrcumbu dengan sisir, tidak membuatnya risi di tiup angin kemarau siang itu. "Siang Anton" sapa suara lembut dari ruangan sebelah kiri tempatnya dia berjalan. "Eh, siang nDah" sapanya kepada asal suara tadi. Indah, teman seangkatan Anton, dengan otak brilliannya sekarang menjadi assistent dosen. "Daftar KKN ya ton..? tanya Indah mengerlingkan mata bundarnya. "Iya non, ikutan KKN juga?" balas tanya Anton. "Iya laah, kan aku panitia" sambung manja Indah.


Siapa tak kenal Anton, cowok urakan dengan dandanan semaunya tapi memiliki otak encer serta trik halus dalam memperlakukan wanita. Andai saja Anton rajin, mungkin sudah kemarin-kemarin lulus dia, pikir Indah, Tapi peduli setan liwatlah, yang penting, sebagai salah satu cewek yang mengagumi Anton, Indah tak begitu memperhatikan hal itu.

Hatinya sedikit berbunga, mendengar kabar Anton ikut KKN, bukan karena ingin Anton segera menyelesaikan kuliahnya, terlebih Indah dapat berdekatan dengan Anton. Karena Indah sebagai assisten dosen, yang secara kebetulan dia bertugas mendampingi mahasiswa menlaksanakan KKN di suatu daerah terpencil, akan banyak kesempatan untuk mendekati Anton. Sosok Indah yang bertubuh sintal dengan dada membusung, rambut lurus sepinggang, ditambah tai lalat mampir dekat dagunya, menambah manis dan seksi.

Singkat cerita sampailah rombongan KKN di daerah terpencil, setelah pembagian penginapan yang di putuskan dalam breafing di pendopo kelurahan, Anton berlima satu rumah dengan Indah. Semua itu telah diatur Indah sebagai panitia yang mempunyai wewenang dalam pembagian penginapan, mereka mendiami belakang rumah pak Lurah, sebagai gambaran, desa tempat KKN berupa perbukitan tandus dan jauh dari kota, sarana serta prasarana sangat minim, listrik belum ternjangkau. Satu-satunya sumber mata air berjarak 300 meter dari desa. Kegiatan sehari-hari KKN adalah memberi penyuluhan kepada masyarakat yang dilaksanakan sehari penuh, anggota KKN baru kembali ke penginapan sekitar pukul 9 malam.

Satu bulan berlalu, Jumat sore setelah tugas selesai seharian, tiba giliran mahasiswa yang ingin pulang ke rumah masing-masing, anggota KKN mendapat cuti selama dua hari, yaitu Sabtu dan Minggu.
"Gimana Ton? kamu ikut pulang? tanya Indah pada Anton.
"Yah, liat aja lah. Kalo ada yang bayarin gue pulang, kalo enggak yah jaga posko, abis semuanya pada pulang" jawab Anton sekenanya.
"Udah di sini aja nemenin aku" kata Indah setengah berharap, sebagai panitia Indah tidak mendapat jatah cuti.
"Boleh, sapa takut? jawab Anton, Indah pun mengangguk sembari tersenyum lega.
"Ton, mau nggak temani aku ke sumber" tanya Indah memelas kepada Anton. Sumber adalah tempat mata air di mana semua kegiatan mandi dan mencuci dilakukan anggota KKN. Indah ketinggalan teman-teman putrinya mandi tadi, sementara Anton cukup dua hari sekali mandi.
"Nggak takut sama aku?" canda Anton,
"Emangnya kamu rabies ya? tanya Indah senyum di kulum. Wah rejeki nomplok nih, batin Anton, tak terasa celana jin sobek yang dikenakannya terasa sesak, terutama daerah selangkangannya.
"Ati-Ati lho nDah, jalan ma setan" teriak Dini teman se kamar Indah sambil mengerlingkan mata ke arah Anton. Anton gemas, diambilnya batu kecil dan dilemparkannya ke arah Dini,
"awas ya kamu, entar malem aku grayangin" ancam Anton.
"Hi... hi... siapa takut di gerayangin kamu, emangnya berani?" tantang Dini.
"Udah ah, gak usah dilayanin, ayo nati keburu kemaleman di sana" kata Indah sambil menarik lengan Anton.

"Kok sepi ya Ton, dan dingin pula daerah sini" kata Indah sambil merapatkan tubuhnya ke Anton.
"Namanya aja hutan, ya jelas sepi dong" jawab Anton.
"Kamu udah mandi Ton?" tanya Indah.
"Ha... ha... ha... kayak gak tau aku aja, rencana sih besok aja mandinya" jawab Anton.
"Temenin aku mandi ya Ton?" pinta Indah setengah berbisik,
"Gak usah di suruh lagi tuan putri, hamba siap melayani permintaan tuan putri" gaya Anton berpantomim.
"Ihhh, genit, awas ya..." ujar Indah sambil mencubit pinggang Anton.
Keduanya berbugil ria masuk ke pancuran tempat untuk mandi, mereka berpelukan. "Ton... udah berapa wanita yang kamu gauli?" selidik Indah.
"Ha... ha... ha... sama kamu udah yang ke 1001 non" canda Anton.
"Nakal aya kamu, apa sih yang membuat cewek tergila-gila sama kamu Ton?" kejar Indah sambil mencubit Anton dengan mesra.
"Mungkin mereka tergila-gila sama adikku ini" kata Anton sembari memainkan penisnya yang mulai berdiri.
"Boleh aku kenalan sama adikmu?" kerling manja Indah,
"Ati-ati lo, dia suka ngeludahin cewek" goda Anton. Dipegangnya penis Anton dan dibelai mesra tangan halus Indah.
"Dingin ya Ton airnya" kata Indah,
"Ah enggak... anget kok" jawab Anton sambil meraba selangkangan Indah.
"Ahhh... Ton... enak banget, daleman lagi dong sayaaang..." rintih Indah tanpa melepaskan tangannya dari penis Anton. Segera di sambarnya bibir Indah, mereka berciuman mesra, tangan Anton tidak berpindah dari selangkangan Indah.
"Tooonnn... enak tonn... nyampe niihh... erang Indah. Tak berapa lama tubuh sintal Indah mengejang, dipeluknya Antoh erat-erat. "Emmhh... hhh... hhh..." rintih Indah.

Beberapa saat Indah mengatur nafas, kemudian ia jongkok di depan Anton, diraihnya penis Anton, diusap, kemudian perlahan dan pasti dimasukkan kepala penis Anton ke dalam mulut Indah.
"Ahh... enak nDah, terus... yang dalam..." rintih Anton.
Setelah di rasa cukup, Anton meraih pundak Indah untuk berdiri, kemudian memutar tubuh Indah dan meminta indah untuk setengah membungkuk sambil berpegangan pada pancuran depan Indah, kemudian Anton membuka sedikit kaki Indah dimasukkannya penis ke vagina Indah dari belakang perlahan-lahan.
"Asshhh... enak ton... tapi pelan-pelan ya masuuknya, punyamu gede banget sih" erang Indah. Pelan-pelan penis Anton maju, sampai melesak penuh ke dalam vagina Indah.
Dimaju-mundurkan gerakan penisnya, kedua tangannya segera meraih payudara Indah yang menggelantung jatuh bak buah pepaya matang di pohon.
"Sss...hhh... Ton... enak Ton... Oh... my god... terus Ton... aku nyampe lagiii..." rintih Indah keenakan.
"Aku juga nDah... bentar lagi ngludah nih adikku, di keluarin di mana nDah" tanya Anton.
"Kalo gitu sama-sama aja keluarnya Toonn... enghhh... keluarin di dalem aja... dua hari lagi dapet kok eemmhhh..." gelinjang Indah. Semakin semangat Anton mendengar jawaban Indah, dipercepat gerakan maju mundurnya penis dalam lobang Indah. "Toonnnn... aku sammm... pee niihh..." erang Indah.
"Sabar saya...ng aku.. juga nih..." buru Anton. dan Hmm... mmm... mm.... tujuh semprotan sprema Anton menembus dinding vagina Indah.
"Ahh... hhh... hh..." Indah pun mencengkeram pancuran air, di naikkannya pantat serta di kejangkannya otot vagina seolah menjepit penis Anton.

Mereka berdua terkapar lemas, diburu nafas yang menderu, bagai pelari yang mencapai garis finish. Diraihnya wajah Indah, dikecup bibir mungilnya,
"Gimana sayang, puas?" tanya Anton kepada Indah.
"He eh... enak sekali penismu, sampe sesak lobang vegi ku" jawab Indah di sela nafas yang masih memburu. Kemudian mereka mandi dan saling menyabuni satu sama lain, "Udahan yuk, aku di tunggu Kadek sama Maya di base camp" kata Indah.
"Lho, nggak ada ronde ke dua nih?" protes Anton.
"Sori sayang, aku janjian sama mereka, kami mau ke rumah pak Carik" sergah Indah. "Wah... padahal adikku minta jatah lagi nih", rintih Anton memelas,
"Kacian kamu" kata Indah sambil mengelus penis Anton yang sudah siap lagi untuk menembak, "Maapin kakak ya, mmuuahh" cium Indah pada penis Anton.
"Kakak harus tanggung jawab lho besok, kasian nih dedek" canda Anton pada Indah.

Kembali mereka berdua berciuman mesra, "Udahan yuk, gak enak nih sama mereka" desak Indah. Keduanya berpakaian dan bergandengan mesra kembali menuju rumah pak Lurah.

Amelia Sahabat Penaku

Hubungan kami berawal dari dimuatnya surat pembacaku, ketika aku masih mahasiswa, di satu surat kabar yang beroplah nasional tentang kesulitan mengirim surat ke luar negeri. Seminggu kemudian datang surat kepadaku mengomentari suratku dan menceritakan hal yang sama dengan yang kualami. Ia mengatakan hobinya juga surat-menyurat (korespondensi) dan mengajak bertukar hobi denganku.


Semenjak itu kami rajin saling berkirim surat. Walaupun belum pernah saling ketemu, karena saling pandai menyusun kata-kata, kami serasa sudah akrab.

Amelia, sahabat penaku itu, waktu itu bekerja sebagai asisten apoteker di kota Cikampek. Ia memang lahir di situ, ayahnya mempunyai penggilingan beras. Seperti lajimnya pengusaha di kota kecil, ayahnya keturunan Cina. Ia sulung dari 6 bersaudara dan akhirnya aku juga akrab dengan keluarganya akibat sering main ke sana kalau liburan. Ia lebih tua 1 tahun dariku. Waktu itu aku sendiri punya pacar di fakultas dan Lia beberapa mempunyai "teman dekat", seperti diceritakannya kepadaku lewat surat-suratnya.

3 tahun setelah kami akrab, ia pindah ke Jakarta dan diserahi pekerjaan mengelola apotik di daerah Jakarta Barat. Waktu itu aku sendiri sudah selesai kuliah dan mulai mencari pekerjaan di ibukota. Hubunganku dengannya sudah cukup akrab. Beberapa kali aku menginap di rumah kos-nya. Ia kos bersama adik laki-laki tertuanya, yang kuliah di salah satu fakultas kedokteran. Waktu itu ia sedang pacaran dengan seorang bule, John, karyawan suatu perusahaan Belgia. Aku, John, Lia dan Erik - adiknya, sering berjalan bersama. Waktu itu aku sendiri juga bekerja di daerah Jakarta Barat dan kos di dekat camer - calon mertua. Pacarku sendiri sedang kuliah di Gajah Mada, Yogya.
Sampai akhirnya si John meninggal dunia, karena kecelakaan pesawat ketika sedang pulang ke Belgia. Ayah Lia waktu itu sedang masuk RS dan aku setiap malam menunggui, bergantian berdua dengan Erik atau dengan Lia, sampai juga meninggal setelah 10 hari dirawat. Kesedihan karena ditinggal si John dan ayahnya, membuat Lia memintaku banyak mendampinginya. Kalau selesai bekerja, kalau Erik sibuk kuliah, Lia memintaku menjemput ke apotik. Kalau ia dinas malam, aku biasa menungguinya sebelum ia selesai bekerja. Sering aku dan Erik - kalau sudah pulang kuliah, menunggui berdua - lalu pulang bertiga. Semua teman kerja dan induk semang kosnya sudah kenal aku semua. Dan di antara kami semuanya berjalan biasa saja. Amelia ini tinggi badannya lumayan, ada 5 cm di atas tinggi badanku. Jadi orang pasti tidak mengira kalau kami sedang pacaran. Lia tahu mengenai pacarku di Yogya.

Walaupun demikian, kedekatan kami lama-lama membuat adanya "rasa lain". Kami biasa menonton berdua kalau Lia pulang sore. Dia juga biasa jalan bergayut di lenganku, pun kalau bertiga dengan Erik. Sore itu, hari Sabtu, ia pulang jam 2 dari apotik. Erik lagi pulang ke Cikampek dan ia kelihatannya sedang sedih ("Aku ingat John," katanya), maka tangannya tak mau lepas dari lenganku. Kesedihan itu dibawanya masuk gedung, selama film ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Spontan, kalau ia terdengar mengeluh sedikit, aku mengelus-elus kepalanya.

Setelah beberapa demikan, tiba-tiba saja, aku sudah menciumi pipinya. Ia mengeluh lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku. Kami berpagutan bibir cukup lama, ia seakan sedang menumpahkan semua beban pikirannya kepada pagutan bibir-bibir kami. Aku betul-betul terhanyut, tetapi masih dapat "menjaga kesopanan" dengan hanya memegangi pipinya saja.

Di taksi pulang ia diam saja. Hanya pegangan di lenganku semakin bertambah erat.
Sampai di kosnya, ia memintaku masuk kamarnya. Tante kos sudah kenal baik denganku dan aku memang biasa masuk kamar mereka. Hanya saja kali ini ia langsung memelukku dan mengulangi kembali pagutan di bibirku. Aku sedikit bingung, sebelum kemudian memutuskan untuk mengikuti keinginannya.

Kupeluk erat-erat ia yang sedang duduk di pinggir tempat tidur. Aku duduk di sampingnya sambil memegangi kedua pipinya. Otomatis, saking serunya ciuman kami, Lia akhirnya terdorong ke belakang dan posisinya menjadi tertidur. Tiba-tiba saja tanganku sudah pindah ke dadanya dan dari luar (ia masih memakai bajunya) mengelus tetek sebelah kanannya. Lia melenguh (bukan hanya mengeluh!) dan tangan kirinya menaikkan posisi kaos yang dipakainya.

Lalu aku sudah menggenggam tetek kanannya tanpa halangan apa-apa. Wow ....., tak begitu besar, tetapi ..... putihnya mack......... Aku mengelus tetek itu sambil sekali-kali memijit bundaran di bawah ujung pentilnya. Lia seakan kesetanan, ia langsung mencopot kaos yang dipakainya. Dadanya telanjang dan.......
Aku tak dapat lagi menahan diri. Sejenak kuteliti wanita di hadapanku ini. Lehernya putih, anak-anak rambut yang menggerai di sekeliling lehernya membuat kontolku mengejang. Bahunya yang pualam menyangga mulutnya yang sedikit menganga dan mengeluarkan desis lirih yang memburu. Matanya terpejam. Rok bawahnya masih terikat, tetapi pantatnya sudah membuat gerak memutar-mutar sedikit.

Lalu kutelusuri lehernya. Tanganku turun ke arah tetek kanannya. Ia menempelkan badan erat-erat ke badanku. Kuputar telapakku di tetek kanannya. Ia mengelinjang. Ketika tanganku pindah ke tetek kiri, gelinjangannya bertambah dan tangannya langsung ke bawah badanku, mencari sela-sela pahaku. Ketika aku mulai menjilati pentil teteknya, tangannya menerobos ritsleting celanaku dan .......... aku sedikit menggelinjang ketika ia mulai menggenggam kontolku.

Kedua tangannya berusaha menurunkan celana dalamku, tetapi masih sulit karena celana panjangku masih bertengger di sama. Sementara itu mulutku mulai mengulum pentilnya bergantian. Dilepaskannya kontolku dan, karena kegelian dan merasa enak, ia merengkuh kepalaku, ditariknya ke arah pentilnya. Lalu tiba-tiba .........
Didorongnya badanku, sambil nafasnya terburu, dicopotnya rok yang masih dipakainya. Lalu tanganku diraihnya, dimasukkannya ke dalam CD nya. Pelan-pelan kuelus jembutnya ..... wah, lebat betul. Dari sekian wanita yang pernah "kutelanjangi", baru kali itu aku melihat pubis (rambut jembut) yang demikian lebat. Lebat, panjang, ketat. Hitam bukan main. Enak, amat enak untuk dilihat.......

Kuelus-elus itu jembut, kugelitik-gelitik rambut-rambutnya mencari lubang memeknya. Tak mudah ketemu, tetapi sudah basah karena air nikmatnya sudah keluar. Lia sendiri membantuku dengan menekan-nekan tanganku yang di permukaan jembut itu. "Euuuhhh.....eeuuuuuhh...." gelinjangnya. Lau, tak sabar, diturunkannya CD-nya yang sudah di pahanya. Telanjang bulatlah ia.

Gila, putihnya, mek ! Pantatnya yang bulat, yang biasanya kupegangi (dari luar) kalau ia lagi bergelayut di lenganku, betul-betul indah. Pinggulnya apalagi. Kontolku langsung berdiri menegang melihat itu semua dan mengantisipasi "tugas lanjutannya". Kugosok-gosokkan ujung hidungku ke pinggul itu, pelan-pelan kujilati........memutar ...... menuju ke pantatnya yang indah. Kuremas-remas bulatan pantatnya, sambil kegesek-gesekkan ujung hidungku terus. Harum baunya, huarruuummmm sekali. Kontolku yang tegang bergerak-gerak terus .......

Ia tak sabar .... dipegangnya tanganku, dibimbingnya untuk kembali menusuk-nusuk memeknya. Ia sendiri seakan kesetanan menunggu lubang memeknya dimasuki jari-jariku ....... Tetapi aku kembali berkonsentrasi ke pentil dan teteknya. Kujilat, kuelus memakai lidah, kusedot pelan-pelan sambil ia melenguh-lenguh dan menggelinjang-gelinjang. Akhirnya ia sudah tak sabar lagi. Tangannya mulai menurunkan celana panjangku. CD-ku langsung dilorotnya ke bawah. Lalu tangannya menggenggam-genggam kontolku.
Aku serasa melayang. Sebagai laki-laki, selama ini kalau ia bergayut di lenganku sambil berjalan-jalan, aku sering membayangkan tangannya yang putih dengan jari-jarinya yang panjang-panjang mengelus-elus kontolku. Atau kujilati tetek dan pentilnya yang sering membayang kalau ia memakai baju tipis. Hanya, selama itu aku hanya berani membayangkan, karena aku menghormatinya sebagai rekan akrab. Rupanya sore itu lain .............

Ia langsung membalik, mengarahkan mulutnya ke kontolku. Lalu tanpa basa-basi di lomotnya kontol itu. Aku sendiri langsung meneroboskan muka ke arah jembutnya. Tanganku memisahkan rambut-rambut di situ dan ....... kulihat kelentitnya sudah kelihatan di luar. Kugosok-gosok perlahan permukaan kelentit itu. Lia menggelinjang-gelinjang. Kujilati kelentit itu sambil kuisap-isap.

"Ouww Wied......... ouw Wwwwwwwwwiieedddddddddddd," lenguhnya, "Terussssssss...... teruuuusssssssss," lenguhnya dalam. Isapannya di kontolku melemah akhirnya.

Kupikir ia sudah selesai. Tiba-tiba, ia membalikkan badan lagi dan langsung berbaring di atasku. Kontolku dipegangnya dan dicoba dimasukkannya ke dalam memeknya yang sudah sangat basah. Rasanya oooouuuuwwwww, ketika kepala kontolku mulai masuk. Aku yang kegelian hampir tak tahan. Maklum, waktu itu kontolku baru punya jam terbang yang dapat dihitung dengan jari kaki dan tangan (jari kaki dan tangan enam orang maksudnya), dan karena masih muda, jarang memakai "pendahuluan" yang cukup lama. Biasanya kalau keduanya sudah tegang (kalau main dengan cewek lain), lalu langsung kumasukkan, ejakulasi sama-sama dan kucabut.

Ini lain. Dengan Lia permainan permulaannya sudah seru duluan! (Buatku waktu itu, ketika aku "belum berpengalaman"!)
Betul, saking gelinya, aku yang di bawah sampai mengangkat kepala tak tahan geli dan mau bangkit. Pas saat itu, kepalaku dipegang Lia, dibawanya ke tetek sebelah kiri. Melihat ada tetek kenyal putih menantang, langsung kujilati dan kuisap-isap. Baru sebentar, Lia mengerang ...... "Ohhhhhh........ Wied .......... Lia nyampeeeeeeeeeeeeeee."
Gile, baru sebentar ia sudah nyampe!
"Kamu belum apa-apa, ya ?" tanyanya sambil menciumi mulutku.
Aku diam tak bisa menjawab karena mulutnya menyerang sana-sini.
"Gantian Lia di bawah, deh, biar kamu juga nyampe !"

Ia membalikkan badan. Melihat sekilas badannya yang indah dan putih itu, kontolku terasa enak-enak nyeri, rasanya ada yang "kelenyer-kelenyer" akan mengalir keluar dari ujung kontolku. "Gile, aku udah mau keluar ......" pikirku. Betul, ketika aku baru tiga kali memompa, spermaku keluar. Kupeluk erat-erat badannya, ia juga memegangi pantatku erat-erat sambil berbisik "Masukkan semua, Wied....... masukkan semua ......." Kutekan erat-erat kontolku ke dalam memek bidadari ini, kumasukkan semua benih hidupku ke dalam jaringan tubuhnya.

Ketika aku mau berguling ke sebelah badannya, dilarangnya aku. Ia ingin aku tetap di atas tubuhnya, dengan kontolku masih di dalam memeknya. Kunikmati saat itu dengan mempermainkan dagunya, menjilati teteknya dan mengencot-encotkan kontolku ke dalam memeknya. Ia tetap menciumiku. Kontolku sendiri tetap tegang di dalam memeknya.

Lima menit kemudia nafsunya bangkit lagi. Ia mengerang pelan, sambil menggoyang-goyangkan pantat. "Lia nafsu lagi, nihhh," erangnya. Kontolku sendiri yang tadi sempat sedikit mengecil menjadi besar kegelian tergesek-gesek permukaan dalam memeknya. Lalu ....... "Uuuuuuhhhhhhhh." Bibir memeknya seakan memijat kontolku. Aku merasa kontolku kegelian, geli-geli enak sampai seakan-akan badanku meronta-ronta di atas badan Lia. Lia sendiri terangsang dengan gerakanku, memelukku erat-erat sambil keras menggoyangkan pantanya memutar.

Dalam 20 menit kemudian, 2 kali lagi ia mengalami orgasme. Gila, pikirku. Pijatan memeknya membuatku sekan melayang ke surga, tetapi aku sendiri baru sempat orgasme sekali. Lalu ia mulai melemas seakan tak berdaya.
Habis itu lalu terjadi "perkosaan". Aku tidak tahan lagi. Lia kugulingkan ke sana-kemari menuruti nafsuku. Kadang kucabut kontolku dari memeknya, kumasukkan mulutnya, lalu kucabut dan kugesekkan di antara lembah tetek-teteknya, lalu kumasukkan mulutnya lagi, lalu kumasukkan memeknya. Aku orgasme 2 kali lagi. Sekali di mulutnya, sekali di ujung memeknya (dasar belum pengalaman, karena kegelian digesek jembutnya, begitu kontolku sampai di ujung memek langsung keluar spermaku).

Lia sendiri pasrah saja kuperlakukan seperti itu. Ia seakan sudah tidak berdaya. Kugulingkan ikut saja, kusuruh mengulum kontolku yang basah mau saja, mengurut-urut kepala kontol di dadanya juga ikut, membantu memasukkan kontolku ke memeknya juga turut saja.

Ketika kami berdua sudah tidak berdaya lagi, kulihat jam. Dua setengah jam sudah berlalu sejak kami masuk ke kamar itu. Akhirnya kami tak kuat lagi dan terkapar kepayahan. Lia matanya tertutup, kelihatannya ia lelah sekali dan mengantuk berat.
Aku bangkit dan barulah tercium bau sperma bercampur keringat di kamar itu. Lia sendiri sudah tidak berdaya lagi. Ia sudah tergeletak begitu saja telanjang bulat. Kuselimuti badannya dan aku mulai memunguti pakaianku yang terserak di sana-sini. Kusemprotkan Bayfresh ke dinding-dinding kamar untuk mengurangi bau "mesum" itu. Untung Erik lagi pulang ke Cikampek .......
Kucium dahi Lia, kututup pintu kamar dan aku pamit ke tante kos .............

Esoknya aku datang lagi. Hari Minggu ini Lia mengaku sakit kepada tante kos dan minta, "Si Wied ngerawat saya, ya tante." Jadinya kami berdua berbulan madu di kamarnya sepanjang hari............. Dan terjadi perkosaan lagi, yang ternyata disenanginya. Dalam perjalanan pulang aku berpikir bahwa hubungan kami sudah berubah. Kalau selama ini aku menganggap dia sebagai kakak, karena lebih tua 1 tahun - lagi pula ia lebih tinggi dibandingkan badanku (apa hubungannya, ya ?), malam ini hal itu sudah berubah. Kakakku sayang itu telah membuatku merindukannya sebagai orang lain ....... (Kalau aku boleh berterus-terang: aku akan merindukannya untuk merasakan memeknya yang sangat basah dibelah kontolku, untuk kudekap ketika ia telanjang bulat-bulat, untuk menggeser-geserkan ujung hidungku di permukaan jembutnya yang hitam, lebat dan merangsang itu, untuk genggaman baik tangan maupun mulutnya bagi kontolku yang tegang .......)
Kelelahan akibat tenagaku habis untuk "memperkosa" dia, aku langsung tertidur begitu kepalaku menyentuh bantal.

Pagi harinya, Minggu, adikku (calon ipar), memberitahuku begitu aku keluar kamar: "Mas, temennya yang di Kramat sakit. Tadi pembantunya yang nelpon ke sini." Ouw, belum tahu dia siapa yang dimaksudkannya itu .........
Kira-kira jam 10 pagi aku sudah nongol di kos Lia. Tante kos menyambutku di pintu, "Lia pucat, Wied. Coba tengok dia. Ini sarapannya sekalian dibawa masuk saja."

Lia sedang duduk di meja rias ketika aku masuk. Rupanya ia sudah mandi. Badannya sedang disemprotnya dengan parfum - harumnya mek ! Badannya dibalut daster tipis pendek, hanya sampai atas. Celakanya, ia duduk mengangkang menghadap pintu, sehingga jelas kelihatan kalau ia tidak memakai CD dan jembutnya yang lebat, hitam dan panjang-panjang itu kelihatan. Ketika melihat mataku menatap ke situ, ia mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum, "Kamu senang melihat ini, ‘kan ?"
"Kata tante, Lia sakit. Ini dimakan dulu sarapannya," kataku sambil meletakkan baki.
"Lia sudah makan roti tadi. Emang Lia ogah keluar, biar kamunya gampang di sini seharian ini," bisiknya nakal di telingaku. Begitu tanganku meletakkan baki sarapan, ia menarik tanganku untuk dibimbing ke arah jembutnya. "Lia ingin seperti tadi malam lagi ........." bisiknya mulai terengah-engah ketika jari-jariku sudah membelah hutan hitam lebat itu.

Cewek Cina satu ini rupanya mudah sekali terbakar. Kukatakan itu padanya, "Lia ini mudah terangsang, yaa...."
"Lia pengin sekali, Wied. Udah lama enggak dijamah di sebelah situ. Dulu sama John (pacar bulenya yang meninggal kecelakaan pesawat di Belgia) biasanya cuma sekali saja setiap kali main. Sama kamu bisa lama, bisa berkali-kali lagi ........"
Tanganku sudah menemukan lubang memeknya, yang sudah mulai basah. Kucari ujung kelentitnya yang semalam memang menonjol sekali. Kuelus-elus daging kecil yang menonjol itu. Ia menggelinjang-gelinjang lalu tangannya mulai merayapi pahaku mencari tonjolan kontolku yang memang sudah menegang. Tetapi ia kudorong ke tepi tempat tidur, lalu duduk di tepinya.
Tangan di ujung kelentitnya kugantikan ujung lidahku. Lia mengeletar sesaat. Ia lalu menunduk, mencoba memasukkan tangannya ke dalam CD-ku, merogoh kontolku. Kuelus-elus kelentitnya dengan ujung lidah, sementara ia menempel di punggungku mencoba merogoh isi CD-ku.

Akhirnya ia menarik tubuhku, digulingkannya ke atas tempat tidur. Dengan demikian ia leluasa menarik ritsleting celanaku dan merogoh dengan leluasa ke dalam CD. Ada sensasi tersendiri ketika tangan lentiknya membebaskan kontol tegangku dari kungkungan sarang-sarangnya yang ketat (celana panjang dan CD). Dalam posisi 69, ia menggenggam-genggam kontolku. Rasanya kontolku melar, menjadi lebih besar setelah disinggung telapak tangannya yang halus.
Aku sendiri berkonsentrasi kepada memek basah yang kelentitnya menonjol itu. Kujilati ujungnya, sambil tanganku masuk ke lubang memeknya, memutar-mutar di situ. Hal ini berlangsung beberapa lam, lalu seperti semalam, tiba-tiba ia membalikkan diri dan duduk di atas badanku. Langsung saja memeknya dimasukkannya sambil mengangkang di atas tubuhku. Kata-kata seronok keluar dari mulutnya sambil matanya setengah tertutup. Kunikmati saja pemandangan ini, sambil merasakan kontolku memasuki memeknya yang basah.

Aku merasa geli ketika ujung kepala keontolku tergesek kelebatan jembutnya. Lalu tergelinjang ketika berhasil kutembus ujung memeknya yang basah. Kugigit bibir bawahku, supaya sensasi yang kurasakan di ujung itu tidak menyebabkan spermaku memuncrat keluar. Lia sendiri seakan kesetanan mengerak-gerakkan tubuhnya ketika itu. Sedikit sulit karena gerakannya itu, akhirnya seluruh batang kontolku masuk, menghilang dihisap memeknya.
Begitu kontolku masuk semua menghilang di dalam tubuhnya, Lia memelengkungkan tubuh, mendekapku erat-erat. Ia menciumi bibirku, lidahnya liar mencari lidahku. Tanganku mendekap punggungnya, lidah kami berbelitan seru.
Lalu ia berguling ke kiri. Aku berada di atas sekarang. Mulutnya mencari pentil dadaku, tetapi karena badannya lebih panjang dariku, ia gagal menemukannya. Giliran mulutku yang menghisap ujung pentilnya. Keuntungan bahwa aku lebih pendek adalah aku lebih mudah menghisap pentilnya atau mempermainkan teteknya memakai mulut selama persetubuhan kami. Ia kegelian. Lalu berguling ke kanan, sehingga ia berada di atas lagi.

Selama persetubuhanku dengannya, aku mempunyai pengalaman berguling-guling, bergantian di atas atau di bawah selama bersetubuh. Mungkin karena kunilai badannya sangat menarik dan merangsang, mudah saja ini kulakukan sambil kontolku tetap berada di dalam memeknya.
Ia berkonsentrasi di atas tubuhku. Pantatnya bergerak maju mundur, sambil tangannya memegangi perutku. Matanya tertutu-terbuka, mulutnya mendesis keenakan. Kadang-kadang kepalaku ditariknya bangun untuk menghisap tetek-teteknya. Tanganku tetap berada di teteknya, bermain memutar-mutar bundaran tetek-tetek itu sambil memijit-mijit atau memilin-milin pentilnya.
Tiba-tiba ia membungkuk, memelukku erat-erat sambil mengeluh panjang.
Ia orgasme !
Lalu dengan penuh pengertian ia membalikkan tubuh-tubuh kami. "Perkosa lagi aku seperti semalam, Wied," katanya lirih.

Tetapi kali ini aku tidak mau seperti tadi malam (ternyata ketika ke-3 dan selanjutnya hari itu, aku tak dapat menahan diri lagi, sehingga ia kujadikan "boneka seks" dan dia menikmati itu). Aku berkonsentrasi untuk mengeluarkan spermaku dengan menggenjot pantatku, memasuk-keluarkan kontolku di memeknya. Kupeluk erat-erat ia, kugenjot kuat-kuat pantatku. Ia membantuku dengan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, mengelus rambutku, sampai akhirnya kutekan erat-erat ujung memeknya dan kumuncratkan spemaku dalam-dalam ke tubuhnya.

Kejadian tadi malam terulang lagi. Ketika kupeluk erat-erat badannya, ia juga memegangi pantatku erat-erat sambil berbisik, "Masukkan semua, Wied....... masukkan semua ......." Kutekan erat-erat kontolku ke dalam memek bidadari ini, kumasukkan semua benih hidupku dalam-dalam ke dalam jaringan tubuhnya.

Ia juga melarangku lagi ketika akan kucabut kontolku dan berbaring di sebelahnya. Ia minta aku tetap tiduran di atas tubuhnya. Aku menciumi dagunya, memeknya yang putih dan sesekali memasukkan lidah ke mulutnya. Kujilat-jilat ujung pentilnya, sambil menghisapnya kecil-kecil. Sesekali ia menggelinjang geli, biasanya lalu pantatnya begerak-gerak dan memeknya menghisap-hisap kontolku. Aku merasa ada yang bangkit lagi di dalam tubuhku. Kontolku yang belum mengecil terasa menegang lagi.
"Burungmu gede lagi, ya ?' tanya Lia yang juga merasakannya.
Aku diam saja sambil berkonsentrasi menjilati ujung pentilnya, menghisap seluruh bundaran teteknya sambil mengeluar-masukkannya. Tanganku menggelitik ujung bawah telinganya.

Lalu nafsunya bangkit lagi. Ia mengerang pelan, sambil menggoyang-goyangkan pantat. "Lia nafsu lagi, nihhh," erangnya. Kontolku sendiri sudah tegang penuh di dalam memeknya. Lalu ....... "Uuuuuuhhhhhhhh," bibir memeknya seakan memijat kontolku. Aku merasa kontolku kegelian, geli-geli enak sampai seakan-akan badanku meronta-ronta di atas badan Lia. Lia sendiri terangsang dengan gerakanku, memelukku erat-erat sambil keras menggoyangkan pantatnya memutar.
Gerakan-gerakan liar kami kembali terjadi. Seluruh tempat tidur menjadi kusut dan basah kuyup. Hebat sekali gerakan-gerakan Lia ini. Seluruh tubuhnya seakan menyatu dengan tubuhku, menghisap dan memuntahkan kembali tubuhku, begitu berkali-kali.
Dalam 20 menit kemudian, 2 kali lagi ia mengalami orgasme. Setiap kali ia berhenti sebentar, mengerak-gerakkan pantatnya dan menjadi bernafsu kembali.
Gila, pikirku. Pijatan memeknya membuatku sekan melayang ke surga, tetapi aku sendiri baru sempat orgasme sekali. Lalu ia mulai melemas seakan tak berdaya.
Habis itu lalu terjadi "perkosaan" lagi seperti tadi malam. Lia kugulingkan ke sana-kemari, kadang kucabut kontolku dari memeknya, kumasukkan mulutnya, lalu kucabut dan kugesekkan di antara lembah tetek-teteknya, lalu kumasukkan mulutnya lagi, lalu kumasukkan memeknya. Aku orgasme beberapa kali.
Lalu aku kelelahan. Ia juga kelelahan.

Aku tetap tak boleh turun dari tubuhnya. Tanpa daya aku betul-betul menidurinya. Tidur di atas tubuhnya.
Kami akhirnya sama-sama tertidur, telanjang bulat bertumpuk-tumpukan.
Ketika terbangun, aku sudah terguling di sampingnya. Lia masih tertidur, lengannya melingkari dadaku, satu tangannya menggenggam kontolku yang sudah mengecil.
Lalu ia terbangun. Melihat tubuh kami telanjang bulat, ia bangun, membungkuk dan menjilati kontolku sampai terbangun.

Hari itu kami sampai sore berada di kamarnya, tetap telanjang bulat. Sarapannya yang tadi kumasukkan, kami makan bersama. Ketika keluar kamar jam 5 sore untuk mencari makan sore (atau malam ?) badanku serasa remuk redam. Tetapi aku puas sekali. Di taksi kami berdempetan erat seakan tidak terpisah .........

Hari Senin tengah hari Lia menelponku, telpon ke-2 hari itu. Telpon sebelumnya ia mengatakan bahwa kemarin sore begitu kutinggal jam 7.30 malam sepulang mencari makan malam, ia langsung tertidur. Ia menutup telpon itu sambil berkata: "Lia menunggu waktu bertemu lagi ......" Pada telpon kedua ini ia mulai dengan bercerita bahwa ia keisengan di sebelah belakang apotiknya. Kebetulan siang itu memang lagi tak ada pelanggan yang datang.

"Teman-temanku lagi pada keluar makan siang, nih," katanya pada telpon kedua itu.
"Sendirian, dong Lia," jawabku.
"Iya," Ia terdiam sesaat. Lalu berbisik, "Wied, Lia akan menelanjangimu ....."
"Apa ?" tanyaku tak paham.
"Menelanjangimu. Lalu kita main-main dengan Jonimu, eh, burungmu lagi ......."
Aku tetap tak paham, sampai ia berbisik lagi di telepon, "Tangan Lia mulai membuka kancing paling atas, nih." Aku belum sadar apa maunya.
"Lalu kancing di bawahnya." Lho ? pikirku bertanya-tanya mulai agak paham.
"Lalu tangan Lia menyelusup ke dada. Mencari pucuk pentilmu........" O,o,o itu toh maksudnya ...............
"Kancing bawahnya juga Lia buka. Lalu Lia mulai menyelusuri dadamu dengan lidah ....."
"Aah, Lia, udah kerasa dikit, nih.........." timpalku, juga berbisik.
"Lia menyelusup, nih, ke perut sambil membukai retsleting celana ......."
"Ouw, Lia, jangan keras-keras dong pegangnya," kataku menimpali.
"Lia memegang Joni-mu yang masih kecil tetapi sudah agak tegang ........ Eh, setelah dipegang, Jonimu kok mengembang, ya .............."
"Aaah, Lia, enak, terusin dong......" jawabku.
"Tangan Lia memegang Jonimu yang mengeras ....... jari-jari Lia meluncur ke sebelah atas ..... kepalanya yang licin Lia elus-elus .......... Lalu lidah Lia mulai mengitari kepala Jonimu ........ eh, kok keluar airnya, yaaaaa........."
Tentu saja kontolku menjadi menegang, siapa yang enggak ?
"Aaah, Lia senang sekali menjilati Joni bundar ini ........... usp .......usp ....... kerasa enggak, Wied ?"
"Ah, gila, Lia ....enaaaaaak sekali. Lagi dong.................. terusin......."
"Iya Wied ......usp ...... usp ...... airnya pekat, ya, ..... usp ...... usp .............. Gila, Wied, Lia jadi basah sendiri, nih ........ udahan, ah, ‘ntar Lia malah masturbasi di sini ......"

Aku tertawa saja. Gila juga ini cewek, main seks di telpon. Kuletakkan gagang telpon itu, sambil tanpa sadar mengelus-elus kontolku yang menegang .........
Sebelum mempunyai cukup pengalaman dulu, aku berpendapat bahwa hanya cowok yang akan mengejar-ngejar cewek. Tetapi Lia menyadarkanku bahwa cewek dapat menempel erat si cowok, selalu mencari terus. Lia memang akhirnya menempel ketat padaku. Ia dapat menelpon ke kantor 3 kali sehari, menanyakan apa saja: makanan, tugas, teman, atasan, cuaca, apakah AC kantor terlalu dingin, apakah vitamin yang diberikannya kemarin sudah kumakan sesuai jadual dan sebagainya. Yang membuatku terekat dengannya, tentu saja sebagai lelaki, adalah bahwa pada awal-awal kedekatan kami adalah bahwa dengannya aku dapat bermain seks dengan hebat, lama, menyenangkan dan nikmat. Untuk menghindari kecurigaan Erik - adik kandungnya yang tinggal satu kos - dan tante kos, kami sering menginap di hotel-hotel berbintang. Kedudukan Lia di apotiknya, menyebabkan ia banyak mendapat tawaran keanggotaan di hotel-hotel itu.
Hal pertama kami lakukan dua minggu kemudian. Selama dua minggu itu Lia masuk pagi terus, sehingga bisa pulang jam 5 sore. Kuliah Erik biasanya selesai jam 8 malam, jadi kami selalu sempat mencuri waktu untuk main-main di kamarnya (setubuh kecil, istilah Lia).

Jumat malam kami check-in di hotel. Dari meja resepsionis, di lift sampai masuk kamar, Lia memegang erat lenganku. Kelihatan sekali kami seperti pasangan yang sedang erat-eratnya (masakan kutulis "berbulan madu" ?). Walaupun mungkin "cukup timpang": si wanita tingginya +/- 170 cm, sedang cowoknya 10 cm di bawahnya. Room boy yang mengantar kami ke kamar, langsung keluar ketika Lia mengulurkan tip cukup banyak.

Kami mulai membongkar tas pakaian, menatanya di lemari. Rencananya kami akan check out Minggu siang. Jadi cukup lama - dan cukup puas - kami akan saling menikmati tubuh masing-masing (itu yang dikatakannya ketika mengajakku ke hotel ini).
Belum sempat aku menyelesaikan pekerjaanku, Lia - yang sudah selesai lebih dulu - langsung memelukku dari belakang. Tanganku langsung dibimbingnya ke selangkangannya. Ampuuun, rupanya CD-nya sudah dilepaskannya dari tadi. Tanganku disambut rambut-rambut tebal, lebat dan sudah mulai dibasahi air. Karena ia tetap berdiri, aku berlutut dan menyibakkan rambut-rambut jembut itu. Rok panjangnya sudah dilepaskannya. Kucari kelentitnya yang biasanya menonjol, lalu kugesek-gesek dengan ibu jari dan ujung telunjukku. Ia mencoba mencopoti bajuku.

Rupanya Lia keenakan. Tangannya memegang kepalaku, dimajukannya ke selangkangan itu. Kugesek-gesekkan ujung hidungku ke jembut lebat hitam itu. Lalu kujulurkan lidah menyentuh ujung kelentit yang kujepit memakai telunjuk dan ibu jari. Oouuuwwwww, licin nian daging kecil menonjol kemerahan ini! Lia mengelinjang sambil memutar pantatnya. Mulutnya mengeluarkan desis keenakan ....... "uuuuhhhh.....ahhhhhhhh......uhhhh......ahhhhhhh......" lalu tiba-tiba diseretnya aku ke tepi tempat tidur sambil mencopoti celanaku.

Lalu aku duduk di lantai, kepalaku tersandar ke tepi bed. Sambil tetap berdiri menghadapku, ia memajukan selangkangannya ke mulutku. Jadilah aku diperkosanya untuk menjilati memek dan kelentitnya. Mulutnya mendesis-desis keenakan, tangannya ribut mencopoti sisa pakaiannya. Tangan kananku mempermainkan pantat-pantat putihnya yang memutar-mutar sambil kuremas-remas. Tangan kiriku mengacung ke atas mencari pentil teteknya. Ketika ketemu, kupelintir pelan-pelan pentil itu. Gerakan memutar pantat Lia semakin menggila, sembari lidahku menerobosi memek, menjilati ujung dan tepi-tepi kelentitnya. "Uuuhhhh.............. ahhhhhhhhhhhhh ................ uuuuuuuhhhhhhhhhhh..............aaaaahh," desisnya sambil memaju-mundurkan pantatnya, menekankan kelentitnya ke mulutku mencari jilatan lidahku. Lalu pantatnya memutar dengan liar. Maju, mundur, memutar, maju, memutar, maju, memutar .............................. Gila ini cewek, pikirku terangsang.
Tiba-tiba Lia berhenti bergerak. Mundur dan diangkatnya aku untuk berdiri. Lalu seakan gila, dengan serabutan ditarik-tariknya pakaianku yang belum sempurna terlepas. Begitu terlepas semua, didorongnya aku ke bed.

Gila, cewek ini menjadi buas dan liar jadinya. Aku berbaring menelentang di sebelah bawah, Lia berbaring menempel erat-erat di atas menghadapku. Kepalanya menghadap kakiku, selangkangannya, di mana terletak jembut lebat, hitam dan panjang-panjang itu, menempel di mulutku.
Tangannya langsung menggenggam kontolku, digelitikinya ujungnya memakai lidah. Ujung lidahnya memutar-mutar, berkonsentrasi di ujung kepala kontolku itu. Sementara jembutnya digerak-gerakkan, mencari posisi mulutku. Begitu lidahku masuk menerobos jembut-jembutnya lagi dan menyusuri kelentitnya, dengan gerakan liar, memutar dan menaik-turunkan pantatnya, ia mulai bergerak ke arah kiri, memutari tempat tidur sambil menyeret kontolku di mulutnya. Aku mengikutinya memutar (abis, masa diam saja dan melepaskan kelentit di memeknya yang menggairahkan itu ?). Lalu ia berhenti. Ia bangkit dan menduduki selangkanganku.

Kalau melihat tubuhnya dari arah depan begini, aku melihat tubuh telanjangnya yang putih menggairahkan itu. Yang membuat kontolku semakin tegang adalah gerak-geriknya yang seakan musafir sudah kehausan 4 hari di padang gurun menemukan mata air. Matanya menciut, mulutnya membentuk huruf o kecil, tangannya bergerak liar ke sana kemari, lehernya jenjang dan anak-anak rambutnya di leher, ow ow ow ow ow ow ow, aku tak dapat menggambarkan dengan kata-kata keindahan yang disediakan di atas tubuh telanjangku itu, tubuh yang sebentar lagi akan menyatu dengan tubuh telanjangku juga. Tubuhnya mulai dari bahu menurun sampai pantat seakan sarat gairah seks yang menjanjikan kenikmatan bersama yang indah. Ini yang membuat kontolku dapat terus berada di dalam tubuhnya tanpa sempat mengecil setiap kali kami habis orgasme. Apalagi kebinalan Lia seakan setiap 10 menit sehabis setiap bersetubuh seakan-akan akan "kumat" lagi, ia pasti akan mulai bangkit lagi gairahnya.

Kontolku sudah siap full action kini. Tegang penuh mengarah ke atas. Ia pelan-pelan menurunkan tubuhnya, memeknya persis di atas tiang hidup itu. Tangannya mengelusi kontol tegangku, pelan-pelan menurunkan tubuhnya.
Ooouuwwww, pelan-pelan ada sensasi yang dimulai ketika ujung kepala kontolku memasuki liang memeknya yang basah dan dijagai jembut hitam, pekat, panjang dan lebat itu. Betul-betul penuh sensasi yang membuat dada dan kontolku berdesir-desir !
Dimulai dengan gesekan jembutnya di kepala kontolku yang membuatku merasa geli-geli enak. Lalu ujung kepala kontolku mulai menembus daging yang basah-basah menggelincir. Lalu kepala itu mulai terbenam memasuki liang basah. Lalu batang kontolku mulai menembusi memeknya. Begitu masuk sampai akhir batangnya, ketika batang kontolku sudah sempurna menancap ketat di memeknya, mempersatukan tubuh-tubuh kami, Lia menggelinjang. Tangannya geragapan mencari pegangan di perutku.
Ia terdiam sejenak. Matanya memejam. Kepalanya melengak.

"Kita bersatu, Wied. Tubuh Lia menyatu dengan tubuhmu. Kita jadi satu ......" bisiknya membuatku berdesir. Cewek ini ! Persetubuhan inipun dinikmatinya sebagai persatuan tubuh-tubuh kami !
Lalu pelan-pelan ia mulai memundurkan pantatnya. Lalu maju. Lalu mundur lagi. Lalu maju lagi. Tangannya perlahan-lahan ke atas, ditaruhnya di belakang kepalanya yang melengak. Lalu ia mulai agak cepat memaju mundurkan pantatnya, seakan menikmati sensasi yang muncul dan terasa karena kelentitnya menggeseki batang kontolku. Kontolku itu seakan menjadi penghubung tubuh-tubuh kami (makanya disebut bersetubuh !), menjadi alat nikmat baginya.

Tiba-tiba saja, ia kesetanan memaju-mundurkan pantatnya. Lalu menurunkan tubuh, sekarang ia berbaring memelukku, pantatnya naik-turun sambil tetap bersumbukan kontolku.
Lalu .................
"Aaaarrgggghhhhhhhhhhhh !!!!!!!" mulutnya berteriak keras sambil menghunjamkan pantatnya, menekankan memeknyanya keras-keras ke pokok batang kontolku. Tangannya memelukku suangat erat. Nafasnya tersengal-sengal. (Untung di hotel, jadi kami aman-aman saja, tak ada yang menggubris teriakannya.)

Kupeluk erat-erat "kakakku" yang menggairahkan ini. Kata-katanya sebelum kesetanan tadi menyentuh hatiku. Kuciumi bagian atas kepalanya. Ia seakan terlelap di atas tubuhku. Tetapi aku sudah mahfum, sebentar lagi akan tiba giliranku menumpahkan semua gejolak kesesakan gairah seksualku ke atas tubuhnya.
Kuelus-elus tubuhnya yang terdiam kepayahan setelah melepaskan sepenuh hasratnya. Kuelus pantatnya, pinggangnya, pungungnya, bahunya. Sialan, walaupun aku merasa sangat sayang pada "kakakku" ini, tetap saja - sebagai lelaki - pikiran jorok untuk sebentar lagi menikmati tubuhnya tetap saja memberi instruksi ke bawah, ke kontolku, yang terasa tambah tegang ketika kontol itu mengantisipasi tugas yang sebentar lagi akan dijalankan. Kakakku satu ini memang partner seks yang hebat. Kami saling menikmati tubuh kami, saling memberikan keahlian untuk mencapai kenikmatan dan kepuasan seksual.

Berpikir demikian, aku mulai menggoyangkan pantatku ke atas kebawah. Kontolku yang semakin tegang menusuk-nusuk kedalaman memek Lia.
Merasakan kontolku menegang di memeknya, Lia mengulurkan tangannya ke mukaku. Mengelus-elus mukaku. Lalu pelan-pelan menggulingkan badan ke samping sambil tetap memeluk erat dan menarik tubuhku ikut berguling.
Nah, apa kubilang ........ kini giliranku !

Kujauhkan kepalaku dari wajahnya yang masih menutup mata. Wajahnya yang mencerminkan kepuasan seksual dengan keringat sedikit membasahi wajah putihnya membuat desir aneh di dadaku. Kucium mulutnya. Ia membuka matanya sambil membuka mulut dan membelit lidahku yang mulai menerobos mulutnya. Tangan kiriku turun membelai dadanya, mencari pucuk pentil dadanya. Kutekan-tekan ujung itu ......... turun ......... dan kupencet-pencet bundaran sekeliling dadanya. Mulutku kutarik, kutelusuri pipinya ......... turun ke dagunya yang lancip ........ kugigit-gigit kecil dagu itu ....... tangan kananku menggelitiki belakang telinganya ...... mulutku turun menghisap-hisap lehernya yang selalu kukagumi karena jenjang, putih dan licin itu. Kontol di dalam memeknya terasa tambah menegang.

Lalu mulutku menelusuri dadanya. Kugesek-gesek, kujilati dan kuhisapi kulit di dadanya. Lalu sampai ke teteknya. Tubuh Lia terasa tegang sejenak. Lalu mulai lagi "tarian" liarnya, begitu mulutku mencucup ujung pentilnya.
Tangannya turun memegang pantat-pantatku sambil menekan-nekankannya ke arah memeknya. Sebentaaaaaar ......, gumamku, aku belum mau main di sebelah situ ...........
Lia ini memang "mudah panas". Ia sudah mulai menggerak-gerakkan pantat, menggeser-geser ke kanan dan ke kiri. Aku mulai terangsang, mulai ikut menggenjot pantatku masuk-keluar memeknya. Lia tetap menggeser-geser pantatnya. Bed besar ini mulai kami jelajahi. Dari tengah, ke tepi kanan .......... ke tengah lagi ......... ke tepi kiri bawah ......... ke kanan bawah ........ Kelenturan kasurnya membuat permainan ini semakin mengasyikkan. Pantatku sudah seakan kesetanan bergerak naik-turun, maju mundur, dan bergerak ke sana kemari mengikuti gerak pantat Lia.
Ruasanyaaaaa, mekkkkkkkkkk .............................
Ketika kurasa kontolku akan memuncratkan sperma, kutahan gerak liar Lia. Ia juga mendesis-desis liar .........................
Tiba-tiba, "Aaaaarrrrrrgggggghhhhhhhhhhhh," desisnya dalam-dalam, pantatnya diangkat tinggi-tinggi sambil badannya bergerak semakin liar.
Tetapi gerakannya kuhentikan. Kutekan badannya, kutekan pantatnya ke bawah, kutekankan juga kontolku ke arah memeknya. Lalu .....................
"Creeeeeeetttttt crettttttttt crettttttttttt....." kontolku memuntahkan zat hidup dalam-dalam ke tubuhnya. Sadar bahwa kami orgasme bersamaan, Lia tiba-tiba jadi liar kembali lalu berteriak keras-keras.

Kuatir akan menjadi geger, kututup mulutnya memakai tangan. Tubuhnya melemas, lalu langsung tertidur.
Aku tetap berada di atas tubuhnya, juga mulai mengantuk ...........
Aku terbangun ketika merasa ada yang menjilati kontolku. Rupanya Lia sudah bangun lebih dulu dan berkonsentrasi "membersihkan" kontolku dari sisa-sisa pergumulan hebat kami.

Tentu saja aku terangsang kembali melihat tubuh putih langsing telanjangnya tersaji begitu saja di hadapanku. Apalagi mulutnya yang bundar indah dan lidahnya yang membuatku menggelinjang-gelinjang sedang berkonsentrasi memutari kepala kontolku yang sudah separuh tegang.
Gila .............................
Kali ini belitan tubuhnya membuat kami terguling ke atas karpet di bawah. Dasar Lia, ia tidak berhenti, jadi kami berputar-putar ke sana-kemari di atas karpet, berguling-gulingan dan berbelitan dengan tubuh telanjang bulat.
Satu setengah jam kemudian, dengan tubuh seakan tak berdaya, kami merangkak naik ke tempat tidur yang spreinya sudah tidak keruan bentuknya. Noda spermaku ada di sana-sini.

Malam harinya kami minta ganti sprei. Alasan kami adalah basah tertumpah minuman. Padahal sengaja kami basahi, ditumpahi air putih, karena keringat kami dan spermaku tercecer di mana-mana di sprei.

Aktivitas seksual liar Lia ini betul-betul membuat waktu seakan tidak berarti lagi. Kalau nafsu mulai naik, kami akan berbelitan. Berbelitan mulut, badan meliuk-liuk, pantat maju mundur. Di mana saja: sedang mandi, gosok gigi, sambil duduk di meja dan sebagainya.

Yang sangat kusukai, setiap kali habis bersetubuh, Lia akan membersihkan kontolku dengan jilatan-jilatannya. Lidahnya yang panjang akan menyelusuri dadaku, perutku dan berkonsentrasi di kontolku, lalu dijilatinya seputar kepala kontolku, membersihkan sisa-sisa sperma yang ada. Lalu ia akan minum soft drink yang ada di kamar dan berbaring di sebelahku sambil menunggu nafsunya bangkit lagi sambil menggelitiki pentilku atau mencubit-cubiti dadaku.

Gila memang seks bersama Lia, awalnya sahabat penaku, lalu jadi kakakku dan sekarang menjadi partner seksualku yang menggairahkan ini ........................................

Antara Adik & Kaka

Kejadian ini berkisar ketika Ardi berusia 13 tahun dan adiknya Mimi berusia 11 tahun. mereka memang tidur sekamar. Rumah kecil tipe 36 yang sudah dikembangkan itu, hanya memiliki dua buah kamar yang kecil. Satu untuk ayah dan ibu mereka serta adik bungsunya yang berusia 3 tahun dan satu lagi Ardy dan Mimi.


Ardy mendekati Mimi dan mencolek tubuhnya. Lalu bertanya, kenapa mengintip ada apa? Mimi sangat terkejut dan hampir saja dia berteriak. Lalu ditempelkannya telunjuknya ke dua bibirnya, sebagai pertanda agar Ardi tidak ribut. Mimi turun dari meja belajar. Ardi bertanya, ada apa? Mimi tak menjawab, tapi menyuruh Ardy untuk ikut mengintip. Berdua mereka naik ke atas meja belajar. Mereka mengintip bergantian dari lubang kecil yang ada di sana. Ardy melihat sebuah adegan. Ayah dan ibu mereka bertelanjang bulat. Bugil. Ayah mereka sedang menjilati pagina ibunya. Kemudian berciuman dengan bibir mereka saling menjilati. Tangan ayahnya mengelus-elus tetek ibu. Saling berpeluk dan ayah menaiki tubuh ibunya dan melihat ayahnya menggenjot ibunya. Mereka berpelukan. Kedua bibir ayah dan ibunya berpagutan lagi. Saling mengisap dan menjilati. Ayahnya juga menjilati leher ibu mereka. Genjotan makin keras dan cepat. Saat itu ibu mendesah-desah. Matanya tertutup dan meminta agar ayah lebih kencang menghunjamkan kontolnya. Kelihatan keduanya saling berpelukan erat. Tak lama genjotan itu berhenti. Ayah mereka turun dari tubuh ibunya dan terlentang di sisi ibunya. Tak lama, keduanya pergi ke kamar mandi dalam keadaan telanjang. Dengan cepat Ardi dan Mimi ke tempat tidur mereka, berpura-pura tidur. Mereka mendengar langkah-langkah kedua ibu dan ayah mereka, pulang dari kamar mandi memasuki kamar tidur. Terdengar pintu terkunci.
Ardy terbangun. Dia mendekati Mimi dan bertanya, sudah berapa kali mengintip. Mimi mengatakan sudah terlalu sering. Kalau mendengar ada suara tempat tidur berdenyit, Mimi bangun dan mengintip. Mulanya iseng saja, ingin tahu kenapa ada desahan.
“Kita begituan juga yok…”kata Ardi.
“Apa bisa..? tanya Mimi.
“Kita coba aja. Kita buka pakaian kita. Kita kunci dulu pintu…”kata Ardi. Mimi setuju. Ardi berjingkat mengunci pintu pelan-pelan. Lalu dia membuka baju dan celananya bertelanjang bulat. Mimi juga membuka bajunya dan celana dalamnya. Ardi jelas melihat tetek Mimi yang baru tumbuh. Tak lebih sebesar bola pimpong. Bahkan sedikit lebih kecil. Pentilnya juga sangat kecil. Mimi dibawanya ke tempat tidurnya, setelah lebih dulu menutup lubang dari atas meja belajar, takut, kalau sebaliknya ibu dan ayah mereka yang mengintipnya.

Mereka mulai meniru apa yang dilakukan oleh ayah dan ibu mereka. Bibir mereka mulai menempel. Perlahan Ardi mengecup bibir Mimi. Mimi pernah mendengar, kalau ibunya meminta agar ayahnya menjulurkan lidahnya untuk diemut. Mimi berbisikk kepad Ardy, agar menjulurkan bibirnya untuk diemut. Ardy mengikutinya dan Mimi-pun mengemut lidah Ardy. Mereak bergantian mengemut lidah masing-asming. Mimi mengarahkan mulut Ardy unutk menjilati teteknya, seperti apa yang mereka lihat, kelakukan ayah dan ibunya. Ardy mulai menjilati tetek MImi. Mimi kenikmatan. Ardy juga merasakan nikmat. Kontolnya mulai berdiri. Kini yang sudah lebih dahulu beberapa kali mengintip meminta agar Ardy menjilati paginanya. Ardy mengikuti saja permintaan Mimi. Mimi mengangkangkan kedua pahanya, lalu Ardy mulai menjilati paginanya. Karea pagina yang belum berbulu itu tidak terkuak, Ardy hanya menjilati bagian luarnya saja. Mimi merasa sedikit geli. Ketika jilatan lidah Ardy berada di sela-sela bibir pagina Mimi, mimi merasa kegelian yang bukan kepalang. Mimi mengangkangkan kedua kakinya lebih lebar dan Mimi membantu membukakan bibir paginanya dengan dua jari telunjuk dan jari tengahnya. Ardy menjilati bagian dalam dari pagina Mimi. Mimi merasa enak. Dibisikinya Ardy agar terus menjilati peginanya.
“Kak Ardy, enak. Terus saja…” katanya. Ardy pun menjilati terus, sampai beberapa menit, sampai tengkuk Ardy terasa pegal. Saat Ardy mau berhenti, Mimi menekan kepala Ardy terus di memeknya dan terpaksa Ardy terus menjilati pegina adiknya itu. Sampai saatnya Mimi tak mampu menahan kegelian yang amat sangat.

Ardy menghentikan jilatannya, saat Mimi meminta sudah. Ardy kebingungan melihat adiknya lemas. Dia takut. Lalu dia berbisik ke telinga adiknya.
“Ada apa?”
“Enggak apa-apa,” jawanb Mimi. Setelah nafasnya teratur, Kini mimi meminta agar Ardy tidur terlentang. Mimi mulai mengelus-elus kontol kakaknya. Lalu kontol itu dijilatinya, seperti ibunya menjilati kontol ayah mereka. Kontol itu berdiri. Dia masukkan kontol itu ke dalam mulutnya dan diemut-emutnya. Ardy kelihatan mengelinjang-gelinjang keenakan. Tak lama, Ardy mengeluarkan spermanya di mulut Mimi. Ardy pun lemas dan Mimi memuntahkan sperma itu dari mulutnya. Mereka diam sesaat. Sepi. Yang terdengar hanya suara dengkur ayah dan ibu mereka dari balik kamar. Mereka pun tidur satu ranjang dengan telanjang bulat, berpelukan ditutupi selimut.

Ketika terdengar suara azan subuh, Mimiterbangun. Dia membangunkan kakaknya Ardy. Mereka memakai pakaian mereka, lalu Mimi naik ke tempat tidurnya sendiri. Dalam keadaan nyenyak, pagi itu ibu mereka mengetuk pintu membangunkan mereka. Mereka terbangun dan pergi mandi bergantian di kamar mandi yang hanya ada satu. Mereka pergi ke sekolah.

Di sekolah, Ardy terus membayangkan apa yang sudah terjadi pad dirinya dan pada adiknya Mimi. Di sekolah yang lain, Mimi juga terbayang-bayang apa yang mereka lakukan. Kedaunya ingin cepat pulang.
Sepulang sekolah, Ardy dan Mimi senyum-senyum penuh arti. Seusai makan, ibunya datang ke meja makan dengan pakaian Darma Wanita. Ibunya berpesan, agar keduanya menjaga rumah dan belajar, karean dia akan mengikuti rapat di kantor ayahnya. Nanti sore baru pulang bersama ayahnya. Kedaunya mengangguk. Begitu ibu mereka pergi meninggalkan rumah, Mimi menatap kakanya Ardy.
“Kita ke kamar yuuuukkk….”kata Mimi. Ardy mengangguk. Dia cepat-cepat mengincu pintu. Di kamar, Mimi sudah mulai membuka pakaiannya. Teramsuk mini shirt yang membungkus buah dadanya. Demikian juga ardy membuka pakaiannya. Mereka enutup pintu dan saling berpelukan. Bibir mereka menyatu, saling pagut da saling isap. Ardy mengelus-elus tetek Mimi.
“Pelan-pelan kak…sakit…” kata Mimi. Ardy melepaskan elusannya dan mengantinya dengan jilatan pada tetek Mimi. Mereka tidur di ranjang Ardy. Di kangkangkannya kedua paha Mimi.
“Aku masukkan ya. Seperti ayah,” kata Ardy. Mimi mengangguk. Ardy mencucukkan kontolnya ke pagina Mimi. Mimi memegangi kontol Ardy yang sudah tegang itu. Ardy mulaui menekankan kontolnya ke dalam pagina Mimi.
“Aduh…pelan Kak…sakit…” kata Mimi. Ardy berhenti.
“Enggak jadi…?” tanya Ardy.
“Tungu dulu sakit…” kata Mimi.
Ibu kok enggak sakit…?” tanya Ardy. Mimi menggeleng.
“Ayo coba lagi,” kata Mimi. Ardy pun mencucuk lagi kontolnya ke pagina Mimi. Sekali hentakan, kepala kontol Ardy sudah memasuki liang pagina Mimi. Mimi setengah menjerit.
“Aduuuuhhhh…Sakit !” katanya. Ardy mendiamkan kontolnya yang kepalanya sudah masuk itu. Mimi meneteskan air matanya.
“Mungkin sebentar lagi tak sakit. Kalau sudah tidak sakit bilang ya…” lata Ardy kepada Mimi adiknya itu. Mimi hanya diam saja. Ada rasa perih. Melihat Mimi sudah diam, Ardy mencucukkan lagi kontolnya. Kini sudah separoh kontolnya bersarang di pagina Mimi. Kembali Mimi mengaduh. Perlahan, Ardy mencabut kontolnya sedikit…lalu mencucuknya dan mencabutnya dan mencucuknya. Makin lama makin dalam dan makin dalam, sampai akhirnya masuk semua. Kini Mimi sudah tidak menjerit dan mengaduh lagi, justru sebaliknya sudah memeluk Ardy.
“Masih sakit…?” tanya Ardy.
“Sedikit. Teruskan saja, ” kata Mimi. Ardy meneruskan memaju mundurkan kontolnya ke dalam pagina Mimi.

Keduanya berpelukan. Ardy semakin cepat memaju mundurkan kontolnya. Mimi memeluknya erat sekali. Lalu, Ardy memuntahkan spermanya di dalam pagina Mimi.
Ketika bangkit, sprei tempat tidur ada noda darh, agar banyak. Mereka secepatnya mencuci darah itu agar tak ketahuan kepada ibu mereka. Keduanya bingung, sementara, Mimi merasakan perih pada paginanya. Akhirnya tertidur sampai sore. Sampai ibu dan ayah mereka datang.

Melihat Mimi pucat dan melihat ada darah pada roknya, Ibunya tersenyum. Dia berbisik kepada suaminya.
“Dasar masih kecil…tak sadar kalau dia sudah haid,” kata si ibu kepada suaminya. Suaminya juga tersenyum. Dengan cepat si ibu ke kedai membeli pembalut. Di pangilnya Mimi disuruh memakai pembalut. Ibunya mengira Mimi haid. Ibunya menghitung, ini adalah haid anaknya untuk yang ketiga kalinya. Jika masih muda, haid masih belum beraturan, pikirnya. pertama dalam usia 11 tahun. Mimi mengikuti saja. Ibunya lagi berpikir, kalau Mimi sedang senggugut, sakit dan perih ketika haid. Ibunya memeberikan obat penghilang rasa sakit. Benar saja, beberapa menit kemudian, rasa sakit itu hilang.

Setelah semingu kejadian itu, malamnya Mimi benar-benar haid. Seminggu kemudian, baru bersih. Mereka mengulangi seks nikmat mereka. Entah darimana mereka tahu, mungkin dari berbagai majalah kesehatan yang dilanggani oleh ibunya, kini Ardy setiap kali bersetubuh dengan Mimi, selalu memakai kondom.

Hal itu terus mereka lakukan sampai Ardy kuliah. Ibu dan ayah mereka sangat bangga, akan keakraban kedua anak-anaknya. Ayah dan ibunya senang. Mereka mengira kedau anaknya tidak mau pacaran,. sebelum sekolah atau kuliah mereka selesau. Anak yang penuh cita-cita, pikir kedua orangtua mereka.
Mimi selesai SMA dapat jodoh. Mimi menikah dengan seorang pegawai negeri. Walau Mimi sudah menikah, mereka selalu mencuri-curi untuk melakukan seks kenikmatan dunia itu.

Suatu hari, Mimi meminta agar kakaknya Hardy menemuinya di sebuah cafe. Ada penting sekali yang mau dibicarakan, katanya. Ardy datang on time ke cafe yang ditentukan.
“Ada apa…?” tanya Ardy setelah minuman terhidang di atas meja.
“Aku hamil…kak,” katanya.
“Baguslah…sebentar lagi aku punya keponakan,” kata Ardy gembira.
“Bukan keponakan, kak. Tapi yang kukandung ini, anak kak Hardy sendiri. Semasa suamiku pergi ke luar kota, kita melakukannya. Dan aku hamil. AKu tahu betul, ini anak kak Hardy,” kata Mimi.

Ardy terdiam. Lalu dia tersenyum.
“Ya…sudah…anak itu adalah anak kita. Tapi cukup kita berdua yang tahu. Rahasiakan sekuat-kuatnya,” kaya Ardy. Mimi tersenyum. Disandarkannya kepalanya di bahu ARdy. Ardy mengelus-elus rambut Mimi dengan penuh kasih sayang.
Ketika Ardy melaporkan kehamilan adiknya Mimi kepad kedua orang tuanya, kedua orangtuanya terkejut. Justru Mimi lebih dulu melaporkannya kepada kaqkaknya, bukan kepada mereka orangtuanya.

Lagi-lagi kedua orangtua mereka bahagia, atas kedekatan kedua anak mereka itu.
“Sebentar lagi, kami punya cucu dan kamu punya keponakan,” kata ibunya. Ardy tersenyum saja penuh arti. Belum habis rasa bahagia mereka, tiba-tiba suami Mimi menelpon. Dada Ardy terguncang. TIba-tiba ibu Ardy berkata:”
Selamat ya…sebentar lagi kamu punya anak. Jangan lupa jaga kesehatan Mimi dan kandungannya,” jawab ibunya melalui telepon. Ibunya tidak mengatakan, kalau mereka sudah tahu Mimi hamil.
Mereka bersalaman penuh bahagia.

Rabu, 17 Maret 2010

dr. Sandra

San... hei aku jaga nich malam ini, elu jangan kirim pasien yang aneh-aneh ya, aku mau bobo, begitu pesanku ketika terdengar telepon di ujung sana diangkat.
"Udah makan belum?" suara merdu di seberang sana menyahut.
"Cie... illeee, perhatian nich", aku menyambung dan, "Bodo ach", lalu terdengar tuutt... tuuuttt... tuuut, rupanya telepon di sana sudah ditutup.



Malam ini aku dapat giliran jaga di bangsal bedah sedangkan di UGD alias Unit Gawat Darurat ada dr. Sandra yang jaga. Nah, UGD kalau sudah malam begini jadi pintu gerbang, jadi seluruh pasien akan masuk via UGD, nanti baru dibagi-bagi atau diputuskan oleh dokter jaga akan dikirim ke bagian mana para pasien yang perlu dirawat itu. Syukur-syukur sih bisa ditangani langsung di UGD, jadi tidak perlu merepotkan dokter bangsal. dr. Sandra sendiri harus aku akui dia cukup terampil dan pandai juga, masih sangat muda sekitar 28 tahun, cantik menurutku, tidak terlalu tinggi sekitar 165 cm dengan bodi sedang ideal, kulitnya putih dengan rambut sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang seakan memberikan kesan sabar tapi yang sering rekan sejawat jumpai yaitu ketus dan judes apalagi kalau lagi moodnya jelek sekali. Celakanya yang sering ditunjukkan, ya seperti itu. Gara-gara itu barangkali, sampai sekarang dia masih single. Cuma dengar-dengar saja belakangan ini dia lagi punya hubungan khusus dengan dr. Anton tapi aku juga tidak pasti.

Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga aku diketuk dengan cukup keras juga.
"Siapa?" tanyaku masih agak malas untuk bangun, sepet benar nih mata.
"Dok, ditunggu di UGD ada pasien konsul", suara dibalik pintu itu menyahut, oh suster Lena rupanya.
"Ya", sahutku sejurus kemudian.

Sampe di UGD kulihat ada beberapa pria di dalam ruang UGD dan sayup-sayup terdengar suara rintihan halus dari ranjang periksa di ujung sana, sempat kulihat sepintas seorang pria tergeletak di sana tapi belum sempat kulihat lebih jelas ketika dr. Sandra menyongsongku, "Fran, pasien ini jari telunjuk kanannya masuk ke mesin, parah, baru setengah jam sih, tensi oke, menurutku sih amputasi (dipotong, gitu maksudnya), gimana menurut elu?" demikian resume singkat yang diberikan olehnya.

"San, elu makin cantik aja", pujiku sebelum meraih status pasien yang diberikannya padaku dan ketika aku berjalan menuju ke tempat pasien itu, sebuah cubitan keras mampir di pinggangku, sambil dr. Sandra mengiringi langkahku sehingga tidak terlalu lihat apa yang dia lakukan. Sakit juga nih.

Saat kulihat, pasien itu memang parah sekali, boleh dibilang hampir putus dan yang tertinggal cuma sedikit daging dan kulit saja.
"Dok, tolong dok... jangan dipotong", pintanya kepadaku memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om gendut, bosnya barangkali dan seorang rekan kerjanya untuk mendekat dan aku berikan pengertian ke mereka semua.
"Siapa nama Bapak?" begitu aku memulai percakapan sambil melirik ke status untuk memastikan bahwa status yang kupegang memang punya pasien ini.
"Praptono", sahutnya lemah.

"Begini Pak Prap, saya mengerti keadaan Bapak dan saya akan berusaha untuk mempertahankan jari Bapak, namun hal ini tidak mungkin dilakukan karena yang tersisa hanya sedikit daging dan kulit saja sehingga tidak ada lagi pembuluh darah yang mengalir sampai ke ujung jari. Bila saya jahit dan sambungkan, itu hanya untuk sementara mungkin sekitar 2 - 4 hari setelah itu jari ini akan membusuk dan mau tidak mau pada akhirnya harus dibuang juga, jadi dikerjakan 2 kali. Kalau sekarang kita lakukan hanya butuh 1 kali pengerjaan dengan hasil akhir yang lebih baik, saya akan berusaha untuk seminimal mungkin membuang jaringannya dan pada penyembuhannya nanti diharapkan lebih cepat karena lukanya rapih dan tidak compang-camping seperti ini", begitu penjelasan aku pada mereka.

Kira - kira seperempat jam kubutuhkan waktu untuk meyakinkan mereka akan tindakan yang akan kita lakukan. Setelah semuanya oke, aku minta dr. Sandra untuk menyiapkan dokumennya termasuk surat persetujuan tindakan medik dan pengurusan untuk rawat inapnya, sementara aku siapkan peralatannya dibantu oleh suster-suster dinas di UGD.

"San, elu mau jadi operatornya?" tanyaku setelah semuanya siap.
"Ehm... aku jadi asisten elu aja deh", jawabnya setelah terdiam sejenak.

Entah kenapa ruangan UGD ini walaupun ber-AC tetap saja aku merasa panas sehingga butir-butir keringat yang sebesar jagung bercucuran keluar terutama dari dahi dan hidung yang mengalir hingga ke leher saat aku kerja itu. Untung Sandra mengamati hal ini dan sebagai asisten dia cepat tanggap dan berulang kali dia menyeka keringatku. Huh... aku suka sekali waktu dia menyeka keringatku, soalnya wajahku dan wajahnya begitu dekat sehingga aku juga bisa mencium wangi tubuhnya yang begitu menggoda, lebih-lebih rambutnya yang sebahu dia gelung ke atas sehingga tampak lehernya yang putih berjenjang dan tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Benar-benar menggoda iman dan harapan.

Setengah jam kemudian selesai sudah tugasku, tinggal jahit untuk menutup luka yang kuserahkan pada dr. Sandra. Setelah itu kulepaskan sarung tangan sedikit terburu-buru, terus cuci tangan di wastafel yang ada dan segera masuk ke kamar jaga UGD untuk pipis. Ini yang membuat aku tidak tahan dari tadi ingin pipis. Daripada aku mesti lari ke bangsal bedah yang cukup jauh atau keluar UGD di ujung lorong sana juga ada toilet, lebih baik aku pilih di kamar dokter jaga UGD ini, lagi pula rasanya lebih bersih.

Saat kubuka pintu toilet (hendak keluar toilet), "Ooopsss..." terdengar jeritan kecil halus dan kulihat dr. Sandra masih sibuk berusaha menutupi tubuh bagian atasnya dengan kaos yang dipegangnya.
"Ngapain lu di sini?" tanyanya ketus.
"Aku habis pipis nih, elu juga kok nggak periksa-periksa dulu terus ngapain elu buka baju?" tanyaku tak mau disalahkan begitu saja.
"Ya, udah keluar sana", suaranya sudah lebih lembut seraya bergerak ke balik pintu biar tidak kelihatan dari luar saat kubuka pintu nanti.

Ketika aku sampai di pintu, kulihat dr. Sandra tertunduk dan... ya ampun.... pundaknya yang putih halus terlihat sampai dengan ke pangkal lengannya, "San, pundak elu bagus", bisikku dekat telinganya dan semburat merah muda segera menjalar di wajahnya dan ia masih tertunduk yang menimbulkan keberanianku untuk mengecup pundaknya perlahan. Ia tetap terdiam dan segera kulanjutkan dengan menjilat sepanjang pundaknya hingga ke pangkal leher dekat tengkuknya. Kupegang lengannya, sempat tersentuh kaos yang dipegangnya untuk menutupi bagian depan tubuhnya dan terasa agak lembab. Rupanya itu alasannya dia membuka kaosnya untuk menggantinya dengan yang baru. Berkeringat juga rupanya tadi.

Perlahan kubalikkan tubuhnya dan segera tampak punggungnya yang putih mulus, halus dan kurengkuh tubuhnya dan kembali lidahku bermain lincah di pundak dan punggungnya hingga ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kusapu dengan lidahku yang basah. "Aaaccch... ach..." desahnya yang pertama dan disusul dengan jeritan kecil tertahan dilontarkannya ketika kugigit urat lehernya dengan gemas dan tubuhnya sedikit mengejang kaku. Kuraba pangkal lengannya hingga ke siku dan dengan sedikit tekanan kuusahakan untuk meluruskannya sikunya yang secara otomatis menarik kaos yang dipegangnya ikut turun ke bawah dan dari belakang pundaknya itu.

Kulihat dua buah gundukan bukit yang tidak terlalu besar tapi sangat menantang dan pada bukit yang sebelah kanan tampak tonjolannya yang masih berwarna merah dadu sedangkan yang sebelah kiri tak terlihat. Kusedot kembali urat lehernya dan ia menjerit tertahan, "Aach... ach... ssshhh", tubuhnya pun kurasakan semakin lemas oleh karena semakin berat aku menahannya.

Dengan tetap dalam dekapan, kubimbing dr. Sandra menuju ke ranjang yang ada dan perlahan kurebahkan dia, matanya masih terpejam dengan guratan nikmat terhias di senyum tipisnya, dan secara refleks tangannya bergerak menutupi buah dadanya. Kubaringkan tubuhku sendiri di sampingnya dengan tangan kiri menyangga beban tubuh, sedangkan tangan kanan mengusap lembut alis matanya terus turun ke pangkal hidung, mengitari bibir terus turun ke bawah dagu dan berakhir di ujung liang telinganya.

Senyum tipis terus menghias wajahnya dan berakhir dengan desahan halus disertai terbukanya bibir ranum itu. "Ssshhh... acchh..." Kusentuhkan bibirku sendiri ke bibirnya dan segera kami saling berpagutan penuh nafsu. Kuteroboskan lidahku memasuki mulut dan mencari lidahnya untuk saling bergesekan kemudian kugesekan lidahku ke langit-langit mulutnya, sementara tangan kananku kembali menelusuri lekuk wajahnya, leher dan terus turun menyusuri lembah bukit, kudorong tangan kanannya ke bawah dan kukitari putingnya yang menonjol itu. Lima sampai tujuh kali putaran dan putingnya semakin mengeras. Kulepaskan ciumanku dan kualihkan ke dagunya. Sandra memberikan leher bagian depannya dan kusapu lehernya dengan lidahku terus turun dan menyusuri tulang dadanya perlahan kutarik tangannya yang kiri yang masih menutupi bukitnya. Tampak kini dengan jelas kedua puting susunya masih berwarna merah dadu tapi yang kiri masih tenggelam dalam gundukan bukit. Feeling-ku, belum pernah ada yang menyentuh itu sebelumnya.

Kujilat tepat di area puting kirinya yang masih terpendam malu itu pada jilatan yang kelima atau keenam, aku lupa. Puting itu mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu dan segera kutangkap dengan lidah dan kutekankan di gigi bagian atas, "Ach... ach... ach..." suara desisnya semakin menjadi dan kali ini tangannya juga mulai aktif memberikan perlawanan dengan mengusap rambut dan punggungku. Sambil terus memainkan kedua buah payudaranya tanganku mulai menjelajah area yang baru turun ke bawah melalui jalur tengah terus dan terus menembus batas atas celana panjangnya sedikit tekanan dan kembali meluncur ke bawah menerobos karet celana dalamnya perlahan turun sedikit dan segera tersentuh bulu-bulu yang sedikit lebih kasar. "Eeehhhm... ech..." tidak diteruskan tapi bergerak kembali naik menyusuri lipatan celana panjangnya dan sampai pada area pinggulnya dan segera kutekan dengan agak keras dan mantap, "Ach..." pekiknya kecil pendek seraya bergerak sedikit liar dan mengangkat pantat dan pinggulnya.

Segera kutekan kembali lagi pinggul ini tapi kali ini kulakukan keduanya kanan dan kiri dan, "Fran... ugh..." teriaknya tertahan. Aku kaget juga, itu kan artinya Sandra sadar siapa yang mencumbunya dan itu juga berarti dia memang memberikan kesempatan itu untukku. Matanya masih terpejam hanya-hanya kadang terbuka. Kutarik restleting celananya dan kutarik celana itu turun. Mudah, oleh karena Sandra memang menginginkannya juga, sehingga gerakan yang dilakukannya sangat membantu. Tungkainya sangat proporsional, kencang, putih mulus, tentu dia merawatnya dengan baik juga oleh karena dia juga kan berasal dari keluarga kaya, kalau tidak salah bapaknya salah satu pejabat tinggi di bea cukai. Kuraba paha bagian dalamnya turun ke bawah betis, terus turun hingga punggung kaki dan secara tak terduga Sandra meronta dan terduduk, dengan nafas memburu dan tersengal-sengal, "Fran..." desisnya tertelan oleh nafasnya yang masih memburu.

Kemudian ia mulai membuka kancing bajuku sedikit tergesa dan kubantunya lalu ia mulai mengecup dadaku yang bidang seraya tangannya bergerak aktif menarik retsleting celanaku dan menariknya lepas. Langsung saja aku berdiri dan melepaskan seluruh bajuku dan kuterjang Sandra sehingga ia rebah kembali dan kujilat mulai dari perutnya. Sementara tangannya ikut mengimbangi dengan mengusap rambutku, ketika aku sampai di selangkangannya kulihat ia memakai celana berwarna dadu dan terlihat belahan tengahnya yang sedikit cekung sementara pinggirnya menonjol keluar mirip pematang sawah dan ada sedikit noda basah di tengahnya tidak terlalu luas, ada sedikit bulu hitam yang mengintip keluar dari balik celananya. Kurapatkan tungkainya lalu kutarik celana dalamnya dan kembali kurentangkan kakinya seraya aku juga melepas celanaku. Kini kami sama berbugil, kemaluanku tegang sekali dan cukup besar untuk ukuranku. Sementara Sandra sudah mengangkang lebar tapi labia mayoranya masih tertutup rapat. Kucoba membukanya dengan jari-jari tangan kiriku dan tampak sebuah lubang kecil sebesar kancing di tengahnya diliputi oleh semacam daging yang berwarna pucat demikian juga dindingnya tampak berwarna pucat walau lebih merah dibandingkan dengan bagian tengahnya. Gila, rupanya masih perawan.

Tak lama kulihat segera keluar cairan bening yang mengalir dari lubang itu oleh karena sudah tidak ada lagi hambatan mekanik yang menghalanginya untuk keluar dan banjir disertai baunya yang khas makin terasa tajam. Baru saat itu kujulurkan lidahku untuk mengusapnya perlahan dengan sedikit tekanan. "Eehhh... ach... ach... ehhh", desahnya berkepanjangan. Sementara lidahku mencoba untuk membersihkannya namun banjir itu datang tak tertahankan. Aku kembali naik dan menindih tubuh Sandra, sementara kemaluanku menempel di selangkangannya dan aku sudah tidak tahan lagi kemudian aku mulai meremas payudara kanannya yang kenyal itu dengan kekuatan lemah yang makin lama makin kuat.

"Fran... ambilah..." bisiknya tertahan seraya menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sementara kakinya diangkat tinggi-tinggi. Dengan tangan kanan kuarahkan torpedoku untuk menembak dengan tepat. Satu kali gagal rasanya melejit ke atas oleh karena licinnya cairan yang membanjir itu, dua kali masih gagal juga namun yang ketiga rasanya aku berhasil ketika tangan Sandra tiba-tiba memegang erat kedua pergelangan tanganku dengan erat dan desisnya seperti menahan sakit dengan bibir bawah yang ia gigit sendiri. Sementara batang kejantananku rasanya mulai memasuki liang yang sempit dan membuka sesuatu lembaran, sesaat kemudian seluruh batang kemaluanku sudah tertanam dalam liang surganya dan kaki Sandra pun sudah melingkari pinggangku dengan erat dan menahanku untuk bergerak. "Tunggu", pintanya ketika aku ingin bergerak.

Beberapa saat kemudian aku mulai bergerak mengocoknya perlahan dan kaki Sandra pun sudah turun, mulanya biasa saja dan respon yang diberikan juga masih minimal, sesaat kemudian nafasnya kembali mulai memburu dan butir-butir keringat mulai tampak di dadanya, rambutnya sudah kusut basah makin mempesona dan gerakan mengocokku mulai kutingkatkan frekuensinya dan Sandra pun mulai dapat mengimbanginya.

Makin lama gerakan kami semakin seirama. Tangannya yang pada mulanya diletakkan di dadaku kini bergerak naik dan akhirnya mengusap kepala dan punggungku. "Yach... ach... eeehmm", desisnya berirama dan sesaat kemudian aku makin merasakan liang senggamanya makin sempit dan terasa makin menjempit kuat, gerakan tubuhnya makin liar. Tangannya sudah meremas bantal dan menarik kain sprei, sementara keringatku mulai menetes membasahi tubuhnya namun yang kunikmati saat ini adalah kenikmatan yang makin meningkat dan luar biasa, lain dari yang kurasakan selama ini melalui masturbasi. Makin cepat, cepat, cepat dan akhirnya kaki Sandra kembali mengunci punggungku dan menariknya lebih ke dalam bersamaan dengan pompaanku yang terakhir dan kami terdiam, sedetik kemudian.. "Eeeggghhh..." jeritannya tertahan bersamaan dengan mengalirnya cairan nikmat itu menjalar di sepanjang kemaluanku dan, "Crooot... crooot", memberikannya kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya bagi Sandra terasa ada semprotan kuat di dalam sana dan memberikan rasa hangat yang mengalir dan berputar serasa terus menembus ke dalam tiada berujung. Selesai sudah pertempuran namun kekakuan tubuhnya masih kurasakan, demikian juga tubuhku masih kaku.

Sesaat kemudian kuraih bantal yang tersisa, kulipat jadi dua dan kuletakkan kepalaku di situ setelah sebelumnya bergeser sedikit untuk memberinya nafas agar beban tubuhku tidak menindih paru-parunya namun tetap tubuhku menindih tubuhnya. Kulihat senyum puasnya masih mengembang di bibir mungilnya dan tubuhnya terlihat mengkilap licin karena keringat kami berdua.

"Fran... thank you", sesaat kemudian, "Ehmmm... Fran aku boleh tanya?" bisiknya perlahan.
"Ya", sahutku sambil tersenyum dan menyeka keringat yang menempel di ujung hidungnya.
"Aku... gadis keberapa yang elu tidurin?" tanyanya setelah sempat terdiam sejenak. "Yang pertama", kataku meyakinkannya, namun Sandra mengerenyitkan alisnya. "Sungguh?" tanyanya untuk meyakinkan.
"Betul... keperawanan elu aku ambil tapi perjakaku juga elu yang ambil", bisikku di telinganya. Sandra tersenyum manis.
"San, thank you juga", itu kata-kata terakhirku sebelum ia tidur terlelap kelelahan dengan senyum puas masih tersungging di bibir mungilnya dan batang kemaluanku juga masih belum keluar tapi aku juga ikut terlelap.


TAMAT

Maling Sialan !

Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah malam. Fatimah istriku memeluk lenganku saking ketakutannya. Suara itu datang dari arah dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan. Naluriku mengatakan ada hal yang tak beres ada di dalam rumah ini. Aku bangun dan menyalakan lampu. Istriku berusaha menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan membuka pintu dan melangkah ke dapur.


Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat muncul sosok asing di bawah jendela dapurku. Nampak di lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti dia ini maling yang hendak mencuri di rumah kami. Sama-sama kaget dengan gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah pendek menyambar pisau dapur kami yang tidak jauh dari tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku. Dengan rambut dan jambangnya yang nggak bercukur nampak begitu sangar. Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean bolong-bolong dia menyeringai mengancam aku dengan pisau dapur itu.

Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat ulah maling ini langsung nyaliku putus. Dengan gemetar yang sangat aku berlari kembali ke kamar tidurku dan menutup pintunya. Namun kalah cepat dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan untuk mengunci sebaliknya maling itu terus mendorong dengan kuatnya. Istriku histeris berteriak-teriak ketakutan,

“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..?”
Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami adalah rumah baru di perumahan yang belum banyak penghuninya. Tetangga terdekat kami adalah Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah kosong, yang belum berpenghuni, dari rumah kami. Sementara di arah yang berbeda adalah bentangan kali dan sawah yang luas berpetak-petak. Sejak pernikahan kami 2 tahun yang lalu, inilah rumah kredit kami yang baru kami tinggali selama 2 bulan ini.

Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan pasti dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak jatuh ke lantai dan maling itu dengan leluasa memasuki kamar tidur kami. Dia mengacung-acungkan pisau dapur ke isteriku agar tidak berteriak-teriak sambil mengancam hendak memotong leherku. Istriku seketika pingsan. Sambil menodongkan pisau ke leherku dengan kasar aku diraihnya dengan menarik bajuku keluar dari kamar. Matanya nampak menyapu ruangan keluarga dan menarikku mendekat ke lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda berharga yang kami simpan.

Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-macam peralatan. Dengan setengah membanting dia mendorong aku agar duduk di lantai. Dia me-lakban tangan dan kakiku kemudian mulutku hingga aku benar-benar bungkem. Dalam keadaan tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar tidurku. Istriku kembali berteriak sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.

Maling ini sungguh berpengalaman dan berdarah dingin. Dia hanya bilang,
“Diam nyonya cantiikk.. Jangan membuat aku kalap lhoo..?” kembali istriku diam.
Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke Kamar tidurku. Dia melihati jendela, lemari, tempat tidur, rak kset dan pesawat radio di kamarku. Dia sepertinya berpikir. Semuanya kusaksikan dalam kelumpuhan dan kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki tanganku dan membungkam rapat mulutku.

Tiba-tiba maling itu mendekati Fatimah istriku yang gemetar menggulung tubuhnya di pojok ranjang karena shock dan histeris dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dengan lakbannya dia langsung bekap mulutnya dan direbahkannya tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa hanya mampu tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana sorot mata ketakutan pada wajah Fatimah istriku itu.
Ternyata maling itu merentangkan tangan istriku dan mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi ranjang kayu kami. Demikian pula pada kakinya. Dia rentangkan dan ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan akhirnya yang terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Fatimah istriku telentang dan terikat di ranjang pengantin kami.

Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir maling ini berbuat diluar batas. Melihat sosoknya, nampak dia ini orang kasar. Tubuhnya nampak tegar dengan otot-ototnya yang membayang dari T. Shirt dekilnya. Aku taksir tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati matanya yang melotot sambil menghardik,
“Diam nyonya cantiikk..!” saat melihat istriku yang memang nampak sangat seksi dengan pakaian tidurnya yang serba mini karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.
“Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan macam-macam”. Dia nyelonong keluar menuju dapur. Dasar maling nggak bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat pakai lakbanku sekarang makan makananku.

Nampak istriku berontak melepaskan diri dengan sia-sia. Sesekali nampak matanya cemas dan ketakutan Memandang aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan maksud melarangnya bergerak banyak. Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan membukai Berbagai lemari dan laci-laci di rumah. Dia nggak akan dapatkan apa-apa karena memang kami nggak punya apa- apa. Aku bayangkan betapa wajahnya akan kecewa karena kecele. Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.

Dengan menendang pintu dia kembali masuk kamar tidur kami. Membuka lemari pakaian dan mengaduk-adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari hingga lantai penuh berserakan. Dia buka kotak perhiasan istriku. Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.

Karena tak mendapatkan apa yang dicari Maling mengalihkan sasaran kekecewaan. Dia pandangi istriku yang telentang dalam ikatan di ranjang. Dia mendekat sambil menghardik,

“Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin dimana..?”
Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur istriku kemudian menariknya dengan keras hingga robek dan putus kancing-kancingnya. Dan yang kemudian nampak terpampang adalah bukit kembar yang begitu indah. Payudara Fatimah yang sangat ranum dan padat yang memang selalu tanpa BH setiap waktu tidur. Nampak sekali wajah maling itu terkesima.

Kini aku benar-benar sangat takut. Segala Kemungkinan bisa terjadi. Aku saksikan adanya perubahan raut mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang atau benda berharga dia jadi penasaran. Dia merasa berhak mendapat pengganti yang setimpal. Maling itu lebih mendekat lagi ke Fatimah dan dengan terus memandangi buah dadanya yang sangat sensual itu. Pelan-pelan dia duduk ditepian ranjang.
“Dimana kamu simpan uangmu nyonya cantiikk..?” sambil tangan turun menyentuh tubuh Fatimah yang sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan tangannyaterikat lakban itu. Dan tangan itu mulai mengelusi dekat Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Fatimah demikian paniknya. Dia merem memejamkan matanya sambil Memperdengarkan suara dari hidungnya,
“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”.
Istriku mengeluarkan air mata dan menangis, menggeleng-geleng kepalanya sambil mengeluarkan dengus dari hidungnya.

Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di tempat. Air mata istriku merangsang dia semakin brutal. Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus- elus dan kemudian meremas-remas buah dada Fatimah serta bagian tubuh sensitive lainnya. Hal ini benar-benar membuat darahku menggelegak marah. Aku harus berbuat sesuatu yang bias menghentikan semua ini apapun risikonya. Yang kemudian bisa kulakukan adalah menggerakkan kakiku yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian ranjangku. Maling itu terkaget namun sama sekali tidak bergeming.

“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati pijitanku,” dia menghardik aku. Dan aku memang langsung putus asa. Aku tak mungkin berbuat apa-apa lagi. Kini hanya batinku yang meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu Yang benar-benar mengerikan. Maling itu menarik robek seluruh busana tidur istriku. Dia benar-benar membuat Fatimah telanjang kecuali celana dalamnya. Lantas dia rebah merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku nampak bak rusa rubuh dalam terkaman serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik untuk menikmati tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia tak mampu berpuat apa-apa lagi. Dalam setengah telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya Fatimah istriku ini. Dia tunjukkan betapa bagian-bagian tubuhnya menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan lengan dan bahu melahirkan lembah ketiak yang bias menggoyahkan iman para lelaki.
Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah ungu sebesar ujung jari kelingking sangat menantang. Perut dengan pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Aku sendiri terheran bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.

Dan kini maling brutal itu menenggelamkan mukanya ke dadanya. Dia menciumi dan menyusu Payudaranya seperti bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang nampaknya berusaha berontak dengan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin beringas nafsu nyolongnya kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi birahi.
Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya ke sekujur tubuh Fatimah. Dia merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istriku yang sangat sensual itu. Inilah pesta besarnya. Dia mungkin tak pernah membayangkan akan mencicipi nikmat tidur dengan perempuan secantik Fatimah istriku ini.

Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya maling ini merangsek ke tepian pinggul Fatimah dan kemudian naik ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati puser Fatimah sambil tangannya gerayangan ke segala arah meremas dan nampak terkadang sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat melemah. Yang terdengar hanyalah gumam dengus mulut tersumpal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya. Mungkin ketakutan serta kelelahannya membuat stamina-nya ‘down’ dan lumpuh. Sementara sang maling terus melumati perut dan menjilat- jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.

Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini semakin meroket ke puncak. Jelas akan memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia bangun dari ranjang dan dengan cepat melepasi T. Shirt serta celana dekilnya. Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima. Maling itu memiliki postur tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman berkilat karena keringatnya nampak dadanya, otot lengannya perutnya begitu kencang seperti pelaku binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh serasi banget.
Yang membuat aku terperangah adalah kemaluannya. kont*l maling itu begitu mempesona. Muncul dari rimbun jembutnya kont*l itu tegak ngaceng dengan bonggol kepalanya yang juga berkilatan karena kerasnya tekanan darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan panjangnya di atas rata-rata kemaluan orang Asia dan nampak sangat serasi dalam warna hitaman pada awalnya kemudian sedikit belang kecoklatan pada leher dan ujungnya. Lubang kencingnya muncul dari belahan bonggol yang mekar menantang.
Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari rambut dan jambang yang tak bercukur serta pakaiannya yang dekil langsung musnah begitu lelaki maling ini bertelanjang. Dia nampak sangat jantan macam jagoan.

Dalam ketakutan dan panik istriku Fatimah melihat saat maling itu bangun dan dengan cepat melepasi pakaiannya. Begitu lelaki maling itu benar-benar telanjang aku melihat perubahan pada wajah dan mata istriku. Wajah dan pandangannya nampak terpana. Yang belumnya layu dan kuyu kini beringas dengan mata yang membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang semakin jadi atau karena adanya ‘surprise’ yang tampil dari sosok lelaki telanjang yang kini ada bersamanya diranjangnya. Anehnya pandangannya itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki maling itu bergerak.

Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara pasti, menurut pendapatku wajah macam itu adalah wajah yang diterpa hasrat birahi. Adakah birahi Fatimah bangkit dan berhasrat pada lelaki maling yang dengan brutal telah mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu. Ataukah ?surprise? yang disuguhkan lelaki itu telah membalik 180 derajat dari takut, marah dan benci menjadi dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda seluruh sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki cemburu buta. Aku sering mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Fatimah yang terikat. Dia meraih kaki Fatimah yang terikat dan mulai dengan menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari kaki istriku kemudian mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Fatimah yang seakan disengat listrik ribuan watt. Kaget meronta dan meregang- regang. Aku tidak pasti. Apakah itu gerak kaki untuk berontak atau menahan kegelian syahwati. Sementara lelaki maling itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapaknya. Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk mengawali lumatan dan jialatan selanjutnya menuju puncak nikmat syahwatnya.

Dengan caranya maling itu memang sengaja Menjatuhkan martabatku sebagai suami Fatimah.
“Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku ent*t ya? Boleh.. Ha ha. Aku ent*t istrimu yaa..?”
Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan ludah.

Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah Fatimah saat kont*l maling itu nanti menembusi kemaluannya. Dan keinginan tahuku itu ternyata mulai merangsang syahwat birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah lelaki maling telanjang yang melata bak kadal komodo di atas tubuh pasrah istriku yang jelita kont*lku jadi menegang. Aku ngaceng.
Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke Selangkangan istriku. Dia menciumi dan menyedoti paha Fatimah serta meninggalkan merah cupang di setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku berdegup kencang adalah geliat-geliat tubuh istriku yang terikat serta desah dari mulutnya yang terbungkam. Aku sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang yang sedang disakiti dan dirampas kehormatannya. Istriku nampak begitu hanyut menikmati ulah maling itu.

Aku memastikan bahwa Fatimah telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa pinggul serta pantatnya. Fatimah dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir si maling itu. Dalam pada itu aku berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat berat menolak godaan syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara pelan dan pasti kont*lku sendiri semakin keras dan tegak menyaksikan yangharus aku saksikan itu.

Dan klimaks dari pergulatan ‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki maling itu menenggelamkan bibirnya ke Bibir vagina Fatimah. Dia menyedot dan mengenyoti itil istriku dan meneruakkan lidahnya menembusi gerbang kemaluannya. Tak terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Fatimah menjerit dalam gumam desahnya. Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak meraih orgasmenya. Bukan main. Biasanya sangat sulit bagi Fatimah menemukan orgasme. Kali ini belum juga maling itu melakukan penetrasi dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat ituu.. Benar.. Fatimah meraih orgasmenya.. Nittaa..

Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap Diangkatnya hingga beberapa saat sambil terkejat-kejat. Nampak walaupun tangannya terikat jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya. Itulah yang bisa ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya masih terikat ke ranjang.
Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Fatimah Kelelahan dia naik menindih tubuh istriku dan menuntun kont*lnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan gede dan panjangnya itu tembus dan amblas ditelan mem*k istriku.

Maling itu langsung mengayun-ayunkan kont*lnya ke lubang nikmat yang sepertinya disemangati oleh istriku dengan menggoyang dan mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kont*l itu bisa menyentuhi gerbang rahimnya.
Aku sendiri demikian terbakar birahi Menyaksikan peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah istriku dengan rambutnya yang berkeringat mawut jatugh ke dahi dan alisnya. kont*lku sangat tertahan oleh celana sempitku. Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk Melepaskan dorongan syahwatku.

Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan bahwa maling itu sedang dirambati nikmat birahinya. kont*lnya yang semakin tegar kaku nampak licin berkilat karena cairan birahi yang melumurinya nampak seperti piston diesel keluar masuk menembusi mem*k istriku. Aku bayangkan betapa nikmat melanda istriku. Dengan kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak naik turun atau mengegos menimpali pompan kont*l lelaki maling itu.

Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi rongga kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun akan mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme beruntun. Bukan main. Selama menikah aku bisa hitung berapa kali dia berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama maling ini tidak sampai 1 jam dia hendak menjemput orgasmenya yang ke dua.

Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Fatimah dan tangannya meraih kemudian melepas lakban di mulut istriku. Namun dia tak memberinya kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut istriku. Aku saksikan mereka saling berpagut. Dan itu bukan pagutan paksa. Istriku nampak menimpali lumatan bibir maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan ahh.. ahh.. aahh..

Maling itu melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar pisau dapur yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali sabetan kedua ikatan tangan Fatimah terbebas. Dan pisau itu langsung dilemparkannya ke lantai. Tangan maling itu cepat memeluki tubuh istriku serta bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas tangan istriku langsung memeluki tubuh lelaki maling ini. Kini aku menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama Fatimah istriku langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya.

Hingga?

“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr.. Hhoohh.. Ampun enaknyaa..”
Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan namun jelas, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung maling itu dan menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya merembes kemerahan. Punggung maling itu sempat terluka dan berdarah.

Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya lelaki maling itu bangkit dan menarik kont*lnya dari kemaluan istriku. Aku langsung menyaksikan spermanya yang kental melimpah tumpah dan meleleh dari lubang vagina Fatimah. Sesaat mata maling itu melihati tubuh istriku yang nampak lunglai. Dia lantas bergerak efektif.

Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T.Shirt-nya. Dia mencopot selembar sarung bantal. Dia mengeluarkan dari kantongnya HP-ku dan HP istriku, jam tangan, perhiasan dan segepok uang simpananku, mungkin hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia masukkan hasil curiannya ke sarung bantal itu. Tak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia langsung keluar dan kabur meninggalkan aku yang masih terikat tak berdaya di lantai dan Fatimah yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia telah mencuri barang-barangku dan menikmati tubuh dan kemaluan istriku.
Fatimah nampak bengong sambil melihati aku,

“Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak menyakiti Mas..” Fatimah sudah siap dengan alibinya. Aku hanya diam. Nikmat seksual memang bisa mengubah banyak hal.

Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga mempunyai 2 anak aib itu tak pernah diketahui orang. Kami sepakat menyimpannya dalam-dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong. Aku memakluminya. Setidaknya memang postur tubuhku serta kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik lelaki maling itu.