Gajigratis.com Tanpa Keluar MODAL Tapi DAPAT KOMISI Milyaran Rupiah !!!

Jumat, 23 Juli 2010

Adikku yang......

Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sedang kuliah di sebuah universitas negeri terkenal. Asalku sendiri sebenarnya dari Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri terkenal di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, tidak terlalu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membuat hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja sudah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sedang aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk cantik (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi payudaraku tumbuh sempurna.

Sebenarnya aku hanya punya satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody adalah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang saat itu masih berumur kurang dari dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini adalah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membuat nyaris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.

Dody adalah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sedang mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kuliah, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemudian Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan punya NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.

Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar adalah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dari Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dari cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.

Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digariskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin ternyata memang benar-benar cowok yang sempurna, dia hanya berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa ternyata baru aku tahu dikemudian hari, ternyata tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemudian hari ada peristiwa yang membuatku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah saat aku sedang kuliah. Padahal dia baru kelas 2 SMA.

Kejadiannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku berangkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak memakai motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.
"Berangkat dulu ya!"
"Hmm", wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sedang siaran.
"Mbak, bawa oleh-oleh ya!"
"Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha", sambil berlari aku keluar rumah.
"Makan tuh kucing.."

Pin-pin sudah siap dengan motornya dan segera kami berangkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku berangkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat temanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, kebetulan tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin harus segera pulang. Akhirnya aku minta dianterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya berangkat sendiri.

Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukanya tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terbuka sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukanya dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.

Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sementara di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terbuka, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pahanya terbuka, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segaris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membeliak terkena himpitan pahanya. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak mengeras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.

Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa saat seakan tak percaya adik kesayanganku bisa berlaku seperti itu. Aku saat itu pun tak tahu harus bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.

"Kalian ngapain di kamarku?" aku berkata nyaris membentak.
Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dari bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dari dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.
"Belum.. ngapa-ngapain kok!"

Aku memegang telinganya dan menarikkeluar keduanya dari dalam kamarku.
"Kamu bisa pulang sendiri tho, Dik!" aku berkata setengah membentak pada teman ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlari masuk ke kamar Dody seperti sudah biasa saja dan sebentar kemudian keluar dengan memakai pakaian sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia berhenti dan menunduk. Ceweknya itu (di kemudian hari aku ketahui namanya adalah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dari pintu depan dan berlari di jalan depan rumah.

"Duduk!"
"Sudah berapa kali kamu melakukan itu?"
"Kamu udah begituan beneran?" dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membuatnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa saat kemudian tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.

Tiba-tiba yang teringat olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membuatku bangkit dari dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan memeluknya erat. Semakin dipeluk, semakin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri memelukku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara payudaraku. Kaki kanannya terangkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan batang kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa batangannya itu mengeras tepat segaris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua payudaraku.

Lama baru aku sadari, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, supaya dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya sudah ada noda-noda itu. Dan hanya duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika sudah menyala, ketika sudah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.

Gambar pertama yang tampil sangat membuatku syok. Terlihat seorang bule sedang memegang batang kemaluannya. Dari ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sedang menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu adalah air pipis, dan seketika aku mual dan berlari masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini adegannya seorang pria bule sedang memasuk-masukkan batang kemaluannya ke liang kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya kelihatan kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.
"Dody, ini VCD-mu!" aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.
Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.

Jadilah sore hari itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pahanya atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sedang naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.

Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody sudah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dari jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.

Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadari adikku ini memang seksi. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus terang seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sedang onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama teman-teman, saat balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, saat lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.

Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dari balik rooster beton. Ketika tampak seluruh badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang semakin tinggi. Dari balik lubang roster beton aku melihat adegan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.

Dia memakai kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membuatku terpaku adalah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertarik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sari Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sedangkan sebagai fokus adalah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sedang memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut batang kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dari tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh pakaian, seperti mengeras dan mengejang. Aku belum pernah membayangkan ada peristiwa seperti itu. Sebenarnya dari membaca aku sudah memiliki pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.

Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sedang melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku saat itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sedang terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak semakin cepat, kulit penisnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertarik-tarik seiring gerakan mengurutnya. Kepala penisnya yang tampak seperti jamur merang tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemudian hari baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).

Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar sudah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan semakin cepat.

Tak berapa lama kemudian gerakannya melambat beberapa saat dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengerang atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyaris mendekatkan pusarnya ke ujung penisnya. Gerakan tangan kanannya kemudian tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemudian aku menyaksikan dari ujung penisnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meludah tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak mengeras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak mengejang sehingga terlihat dari samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sedang meregang di sana. Itu cukup membuatku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.

Beberapa saat masih terngiang tentang kejadian tadi. Adikku yang tersayang telah aku saksikan dalam kondisi paling privat. Tiba-tiba secara fisik aku merasa Dody seperti bukan adik kecilku yang dulu selalu bergulat berguling-guling di lantai denganku yang sampai kemarin masih suka bermanja-manja di pangkuanku. Masih terngiang bentuk batang kemaluannya yang menurutku besar. Dalam hal ini aku betul-betul buta tentang ukuran-ukuran itu, bayanganku dulu batang kemaluan paling besar dan panjang adalah sebesar kemasan Redoxon saja. Tetapi di kemudian hari kuketahui bahwa memang adabatang kemaluan yang segitu bahkan lebih kecil, tetapi ada juga yang sebesar botol Aqua ukuran sedang itu.

Aku membandingkannya dengan bentuk kemaluanku sendiri yang kecil, jika ada benda yang jauh lebih besar dari lingkarannya bagaimana bisa masuk, tapi kemudian terpikir olehku jika bayi saja bisa keluar mengapa benda yang lebih kecil darinya tidak bisa masuk. Aku tidak bisa membayangkan kalau dulu aku sering melihat Dody telanjang dan burungnya itu paling-paling cuma sebesar jempol tanganku, tapi sekarang sungguh berbeda, melihatnya batang kemaluan Dody yang sebesar dan sepanjang itu benar-benar membuat shok. Apalagi dalam keadaan sedang berfungsi seperti itu.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh pintu kamarku yang terbuka dan melihat Dody sedang memegang botol Sari Ayu-ku dan terpaku di pintu.
"Eh.. Mbak.. udah pulang ya?" tangannya berusaha menutupi botol lotion itu tapi tak berhasil.
"Itu Sari Ayu-ku khan? Buat apa hayo?" Didikan papaku tiba-tiba saja keluar, tegas dan tanpa basa-basi. Dody berdiri di pintu dan memandangku. Aku masih duduk di tepi ranjang, aku melihatnya berkeringat deras sekali.
"Ke sini!" aku sedikit menguatkan suaraku, dan dia bergerak mendekatiku terus duduk di sampingku. Aku memeluknya dan terdiam beberapa saat. Aku tidak sanggup memilih kata-kata, aku menyadari apa yang dilakukannya barusan jauh lebih baik daripada dia melakukannya benaran untuk melampiaskan nafsunya.
"Sudah sana mandi dulu, Mbak udah tahu semua!" dia pun bangkit dan bergerak keluar kamarku. Sempat-sempat aku melirik pantatnya yang bagus bulat dan tampak kokoh, tercetak di balik celana pendeknya.

Kejadian ketiga inilah inti dari keseluruhan ceritaku. Saat itu Dody sudah naik kelas tiga dan aku sendiri sudah berani raba-rabaan sama Pin-pin. Meski jarang yang sampai telanjang bulat, kadang-kadang apa yang dilakukan Pin-pin bisa membuatku melayang, aku tidak tahu apakah itu yang disebut orgasme atau tidak. Cuma setelahnya memang membuatku sayang banget sama Pin-pin. Kadang-kadang aku melakukan masturbasi juga. Sebaliknya Dody dalam pengamatanku sekarang jadi anak yang serius dan cenderung jadi pendiam.

Sesekali Pin-pin mengajakku nonton film blue, kadang-kadang di rumahnya yang besar kadang-kadang juga di kamarku, untuk menambah pengetahuan alasannya. Meskipun tidak sering, sesekali setelah nonton film itu, kami bercumbu. Pertama sih cuma cium-ciuman saja, lama kelamaan aku jadi semakin berani dilucuti. Kalau dulu diraba saja sudah gemetaran, sekarang kalau cuma dicium rasanya seperti ada yang kurang. Kadang-kadang rabaannya membuatku melayang dan membuatkan membiarkannya melepaskan pakaianku. Sering cumbuannya begitu merangsangku sehingga kadang ketika tersadar Pin-pin sudah berada di antara pahaku yang terbentang dan aku merasakan batang kemaluannya sudah menempel di pintu lubang kemaluanku dan kurasakan seperti sedang menekan-nekan masuk. Kadang kepalanya sudah hampir masuk semua. Sampai tahap itu biasanya aku tersadar, bangkit dan mendorongnya perlahan-lahan, memeluknya sambil berbisik.

"Kamu kan janji, nggak sampai begini khan?"
Biasanya Pin-pin tersadar dan tidak marah. Kadang sebagai tanda terima kasihku, aku membaringkannya dan sambil duduk di atas lututnya bertelanjang bulat, aku menyelesaikan nafsunya itu. Aku urut batang kemaluannya perlahan-lahan, dan mengadopsi dari ilmunya si Dody, aku mengoleskan Sari Ayu untuk bahan pelicin. Ejakulasinya kadang-kadang kuat sekali menerpa dada dan perutku. Begitu kuat sampai lututnya kurasakan gemetar dan kejang kurasakan di selangkanganku yang mendudukinya. Secara umum aku masih perawan sampai saat ini (jika ukurannya sudah penetrasi atau belum).

Kejadiannya dengan Dody terjadi di suatu sore hari. Hari itu hari libur dan di kampus ada acara hiking pada hari sebelumnya dan baru selesai pada sekitar jam 3 sore. Pokoknya super lelah deh. Saat itu hujan deras sekali, dan sekalian berbasah-basah aku boncengan sama Pin-pin pulang. Pin-pin hanya mengantarku sampai depan rumah dan langsung pulang. Aku sambil berbasah-basah, aku membuka kunci pintu rumah, langsung ke kamar mandi belakang untuk melepas bajuku yang basah kuyup. Aku lihat Dody sedang tertidur nyenyak di atas karpet di ruang tengah. Sementara itu hujan di luar tampak semakin deras saja.

Aku segera melepas kaosku yang basah kuyup, bra, celana jeans dan celana dalamku. Aku merasakan kulit pinggulku seperti berkerut-kerut kedinginan terkena air hujan, terutama di bagian karet celana dalamku yang membentuk tekstur akibat tergencet dua hari berturut-turut. Perutku rasanya dingin sekali, payudaraku mengeras dan terutama putingnya yang tegak mengacung akibat kedingingan. Aku memakai piyama warna pink muda yang tadi aku sambar dari jemuran dan tanpa mengenakan apa-apa di baliknya aku mengenakannya setelah membilas diri di shower. Guyuran airnya rasanya hangat dibandingkan terpaan air hujan tadi.

Aku keluar dari kamar mandi berpiyama dan memasukkan pakaian kotor tadi di tempat cucian dan bergegas masuk rumah. Dody masih tertidur dengan nyenyak di karpet, TV masih menyala, sementara itu hujan terdengar semakin keras saja disertai angin dan petir. Perutku tiba-tiba terasa begitu lapar, sementara itu badanku rasanya pegal-pegal. Aku ambil roti di atas meja dan memakannya dengan rakus sambil rebahan di sofa. Dody bercelana pendek dan berkaos oblong sedang tertidur nyenyak terdengar dari suara dengkurannya perlahan-lahan. Di celana pendeknya terlihat bongkahan besar buah zakarnya dan samar-samar tercetak sebentuk batang seukuran lem UHU stick ukuran kecil tampak mengarah ke atas agak miring ke kiri. Kaosnya agak terangkat sedikit ke atas sehingga perutnya terlihat samar-samar ditumbuhi bulu-bulu halus.

Aku habiskan setangkup sandwich dan mulai memakan setangkup berikutnya sambil rebahan di sofa panjang di ujung karpet di mana Dody sedang tertidur. TV sedang menayangkan MTV most wanted, VJ-nya Sarah, kemudian ada lagu dari Westlife. Boleh juga boys-band sekarang, mereka keren-keren. Karena lelahnya, aku rebahan di sofa sambil merasakan secara perlahan-lahan tubuhku mulai menghangat meskipun hanya diselimuti piyama tipis itu tanpa apa-apa di baliknya. Aku ambil bantal kecil dan menyelipkannya di antara pahaku dan merasakan hangatnya meresap ke dalam tubuku bagian bawah. Dody membalikkan badannya dan tengkurap dan terus tidur nyenyak.

Maksudku saat itu rebahan sebentar kemudian aku masuk kamar ganti baju dan terus tidur di kamar, eh nggak tahunya tanpa terasa aku benar-benar tertidur di sofa saat itu. Biasa saja sebenarnya aku tertidur di sofa dan bukan kali itu saja. Tapi kali itu karena lelahnya aku tidak sempat berganti piyama, atau setidaknya memakai sesuatu di baliknya. Sehingga aku tidak menyadari saat aku tertidur, sesosok mata sedang menyaksikanku dari jarak yang begitu dekat. Begitu lelahnya aku sehingga tanpa kusadari kain piyamaku tersingkap dan ketika kaki kananku terangkat dan menyandar di sandaran sofa, selangkanganku yang penuh rambut betul-betul terbuka lebar hanya sekian meter saja dari seorang anak muda yang sedang dalam puncak-puncaknya mencari pengetahuan tentang seks.

Sementara aku sendiri sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku merasa sedang dituntun Pin-pin sedang menuruni bukit. Tapi saat itu aku merasakan hanya kami berdua saja dan merasakan tiba di suatu padang yang luas dan penuh dengan rumput-rumput yang tinggi dan hijau muda, dengan bunga-bunganya yang indah. Pin-pin mengajakku beristirahat dan kami rebahan sambil memandangi dataran di bawah yang tampak kotak-kotak seperti puzzle. Pin-pin memelukku dan aku merasakan dadanya yang luas dan kuat sedang merengkuhku dengan hangat mengalahkan dinginnya hembusan angin gunung itu.

Kemudian aku merasakan nikmatnya ketika jemari-jemarinya mulai meremas-remas payudaraku, putingku dijepitnya dengan jari tengah dan telunjuk. Aku mulai merengkuh pinggulnya dan menggerakkan tanganku ke selangkangannya dan menemukan bahwa batang kemaluannya itu telah terbuka sehingga aku bisa merasakan tekstur kulit yang seperti berulir oleh urat-urat yang menonjol. Sementara itu aku merasakan tangannya bergerak menyusup di antara pahaku dan tiba-tiba aku merasakan telah telanjang bulat. Jemarinya membelai-belai selangkanganku dan mengucek klitorisku dengan cepat. Aku merasakan gairah yang semakin naik, dan tiba-tiba aku merasakan ada anak-anak kecil berlarian di antara kami. Aku melihat senyuman Pin-pin dan ketika aku meraih wajahnya aku merasakan sesuatu yang hangat mulai masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhku melalui selangkanganku.

Gairahku semakin naik seiring dengan masuknya batang kemaluannya itu. Dody meletakkan kedua sikunya di antara dadaku sehingga dadanya menghimpit payudaraku dan tiba-tiba kurasakan sesuatu yang keras menghentak masuk luabang kemaluanku dan aku merasakan sedikit rasa perih tepat ketika sesuatu menggelitik klitorisku. Tampaknya seluruh batangnya telah masuk. Dia mengangkat pahaku dan membukanya lebar-lebar sebelum dia menarik pinggulnya sehingga batangnya tertarik keluar perlahan-lahan. Rasanya mulai terasa nikmat. Aku merangkulkan tanganku ke lehernya dan tiba-tiba dia menghentakkan pinggulnya dengan kuat.

Ketika aku membuka mata aku akan menjerit tapi segera tertutupi sepasang bibir hangat. Tubuhku tergeletak sebagian di sofa, posisiku sedikit miring sehingga pinggulku berada di pinggiran sofa. Piyamaku terbuka lebar sehingga perut dan dadaku terbuka. Sepasang tangan merangkul punggungku dengan kuat di antara piyamaku yang terbuka. Paha kananku terbentang ke sandaran sofa, tertindih pinggul dan perutnya sementara paha kiriku berjuntai ke lantai tertahan sebentuk paha kokoh. Tapi bukan itu yang membuatku menjerit. Sesuatu yang keras dan hangat terasa mengganjal di dalam kemaluanku yang terasa seperti tertusuk-tusuk jarum tapi ada sedikit rasa enak ketika ditarik dan ditusukkan lagi perlahan-lahan.

Kesadaranku masih sedikit melayang antara mimpi dan kenyataan dan ketika mulai sadar penuh aku meronta. Dody menindihku dan sedang bergerak-gerak perlahan menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatanku. Kedua tangannya merengkuh punggungku di antara piyamaku yang terbuka sehingga membuat kedua tanganku berada di antara lehernya. Dadaku terhimpit kuat di bawah dadanya yang telanjang. Pinggulnya terus bergerak-gerak dengan kuat. Aku meronta-ronta sambil menjerit tapi kembali bibirnya menutupi bibirku sehingga jeritanku seperti tertelan suara hujan yang masih saja deras.

Aku menjambak rambutnya dan meronta-rontakan kedua pahaku tapi himpitannya benar-benar kuat. Kedua tangannya mengelus-elus punggungku. Tapi tampaknya tenagaku tak cukup kuat melawan kehendaknya, apalagi kondisiku saat itu begitu lelahnya. Sehingga akhirnya yang terjadi aku menyerah, dan merasakan tubuhnya memompaku dengan cepat dan kuat. Gesekan-gesekan batang kemaluannya betul-betul mengkanvaskanku. Antara rasa nikmat yang kadang-kadang sempat muncul dan rasa perih yang juga bersamaan terasa, membuatku benar-benar di bawah kungkungan nafsunya.

Rasanya lama sekali dia melakukan itu, cukup lama untuk merubah rasa perih yang ada menjadi rasa nikmat yang aneh. Sampai suatu saat Dody melepaskan rangkulannya dan mulai bergerak cepat sekali menggesek-gesekkan batang kemaluannya. Meskipun tubuhku lepas dari kungkungan itu, tapi tubuhku sudah tidak sanggup lagi bereaksi terhadap perbuatannya dan membiarkannya menyelesaikannya.

Beberapa saat kemudian Dody sepertimengejang dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam liang kenikmatanku, sesuatu yang tiba-tiba mengalirkan rasa nyaman yang teramat sangat di tubuhku sebelum aku sadar apa yang terjadi dan bangkit sambil berteriak dan mendorong tubuhnya sehingga menekuk batang kemaluannya yang sedang menusuk-nusuk sangat cepat ke dalam tubuhku.
"Dod.. jangan di dalam..!" Tapi aku terlambat, Dody telah menyuntikkan sejumlah besar sperma ke dalam lubang kemaluanku. Dody berkeringat deras dan masih bergerak-gerak cepat ketika aku meronta dan menyebabkan batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluanku. Aku melihatnya tampak berkilat, kokoh dan mendongak ke atas, kepala pelernya tampak penuh dan berkilat merah tua, ujung masih sempat menyemprotkan cairan spermanya dan jatuh bergerai-gerai di atas rambut kemaluanku, tampak setitik cairan putihnya menetes jatuh ke karpet.

Dengan lemah aku bangkit dan menamparnya keras sekali, dan dengan sisa-sisa tenaga aku berlari masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan kuat. Aku menangis sejadi-jadinya di atas ranjang. Kejadian di sore hari itu membuatku tak bisa berpikir sampai berhari-hari. Bayangkan adikku sendiri memperkosaku justru di saat aku mulai menganggapnya berubah. Meskipun aku sendiri tidak menganggapnya sepenuhnya salah. Aku merasa salah juga saat itu mengapa memberikannya peluang, di saat aku betul-betul lengah. Setidaknya aku berpikir masih untung dia bukanlah adik kandungku sendiri. Aku bahkan tidak bisa bercerita kepada siapa pun. Tidak kepada Papa dan Mama, apalagi kepada Pin-pin. Salah satu pikiran terberatku, bagaimana kalau aku hamil mengingat begitu banyak spermanya yang masuk ke dalam liang kenikmatanku. Justru bukan di persenggamaannya aku terbebani, malahan kadang-kadang aku masih sering memimpikan apa yang dilakukannya padaku itu. Juga akubertanya-tanya kenapa tidak ada darah yang keluar, bukankah aku sendiri merasa belum pernah melakukan itu.

Kelegaan aku alami ketika sampai sekian bulan aku tidak pernah telat mendapatkan haid. Tapi sampai berbulan-bulan kemudian aku jarang bertegur sapa dengan Dody, kami seperti dua orang di dua dunia yang berbeda. Dody sibuk dengan urusannya sendiri begitu juga aku. Juga hubunganku dengan Pin-pin jadi agak canggung, kami jadi jarang bercumbu. Aku takut ketahuan Pin-pin bahwa seseorang telah merasakanku sebelumnya. Sekarang Dody telah kuliah di Bandung dan kami jarang-jarang sekali ketemu. Setiap ketemu selalu ada rasa tertentu yang muncul setiap kali dia memandangku. Papa dan Mama selalu bangga pada kami berdua.
Tamat

Kamis, 22 Juli 2010

Perselingkuhan Istri Muda

Namaku Anto (samaran) seorang karyawan swasta berumur 33 tahun. Dalam kehidupan pergaulan sehari-hari aku sering menjadi perhatian di lingkungan tempat aku bekerja, selain pergaulan yang luwes, aku memiliki postur yang bisa dikatakan lumayan. Dengan warna kulitku yang putih, tinggi 170 dan berat sekitar 67 Kg serta single, tidaklah sulit bagi diriku untuk mencari teman-teman baru.

Di perusahaan tempat aku bekerja, ada salah seorang teman wanita yang (pernah) menjadi perhatianku. Sebut saja namanya Anita. Dalam pergaulannya, Anita juga seorang yang luwes, oleh sebab itu dia di tempatkan oleh pimpinan perusahaan di bagian marketing, yang sebelumnya adalah teman satu bagian dengan aku.

Awal tahun 2003 yang lalu Anita melangsungkan pernikahannya dengan seorang teman kuliahnya. Walaupun sekarang sudah menikah, Anita tetap seperti yang dulu, luwes dan anggun. Walaupun postur tubunya bukanlah tipe seorang yang bertubuh tinggi dan langsing, tapi dia memiliki kharisma tersendiri. Dengan kulit yang putih, payudara sekitar 34 serta betis yang indah, senyumnya yang menawan, tidak mengherankan bila menjadi perhatian para lelaki.

Kedekatan diriku dengan Anita berawal sejak dia bekerja pada bagian yang sama denganku 3 tahun yang lalu. Sejak dia pindah bagian (lantai berbeda walaupun dalam satu gedung) dan menikah, aku jadi jarang sekali bertemu. Paling hanya berbicara melalui telpon atau saling kirim email. Kami sering bercakap-cakap mengenai kantor dan kadang-kadang menjurus ke hal yang pribadi. Karena Anita kadang-kadang berkeluh kesah mengenai masalah-masalah kantor, yang sering membuat pikirannya cemas. Dan hal itu terbawa dalam keluarga. Rasa cemas Anita terkadang memang berlebihan, yang membuat sampai awal tahun 2004 ini belum ada tanda-tanda bahwa dirinya hamil.

Setiap ada anggota keluarga atau temannya yang bertanya mengenai hal itu, menambah gundah dirinya. Segala upaya termasuk konsultasi kepada dokter sudah dilakukan, tetapi hasilnya tetap nihil. Rasa cemas dan bersalah timbul pada diri Anita, karena selalu menjadi bahan pertanyaan khususnya dari pihak keluarga. Aku sering kali memberi semangat dan dukungan kepadanya untuk selalu belajar menerima apa adanya dalam situasi apapun. Bila ada sesuatu pikiran yang membuat gundah Anita, aku selalu dapat membuat dirinya lupa dengan masalahnya. Aku selalu dapat membuat dirinya tertawa, dan terus tertawa. Pernah suatu ketika, Anita tertawa sampai berlutut dilantai sambil memegang perutnya karena tertawa sampai keluar air mata dan sakit perut!!

Suatu hari (aku lupa persisnya) minggu ke 2 di bulan Februari 2004 yang lalu, Anita menelponku melalui HP. Pada saat itu aku baru saja sampai di rumah, setelah seharian bekerja.

"Haloo Nitaa.. Lagi dimana lu? Tumben nih malem-malem nelpon, hehehehe.." kataku kemudian.
"Lagi di rumaah. Lagi bengong-bengong, laper and cuapek buanget nih, tadi gue ada meeting di Kuningan (jalan kuningan-Jakarta) dari siang, lu sendiri masih dikantor?" kata Anita kemudian.
"Nggak laah, baru aja sampai di rumah. Eh, lu dirumah bengang-bengong ngapain sih? Emang di rumah lu kaga ada beras, sampai kelaperan gituh?" candaku kemudian.
Disana Anita terdengar tertawa renyah sekali,
"Hehehehe.. Emang benar-benar nih anak!! Gue capek karena kerja! Terus belum sempet makan dari pulang kantor!!"
"Ooo, gitu. Gue kira lu capek karena jalan kaki dari kuningan ke rumah!" kataku kemudian.
"Eee, enak aja!! Ntar betis gue besar sebelah gimana?"
"Lhaa kan, tadi gue bilang jalan kaki, bukan ngangkat sebelah kaki terus loncat-loncat? Kenapa betis lu bisa besar sebelah?"
Disana Anita hanya bisa tertawa, mendengar kata-kataku tadi.
"Sudah lu istirahat dulu Nit, jangan lupa makan, mandi biar wangi. Seharian kan sudah kerja, capek, ntar kalau lu dikerjain ama laki lu gimana, sementara sekarang aja lu masih capek?" aku bicara seenaknya saja sambil meneguk minuman juice sparkling kesukaanku.
"Kalau itu mah laeen.. Gue enjoy aja!! Nggak usah mandi dulu laki gue juga tetep nempel. Lagian sekarang laki gue nggak ada, kok. Lagi ke Australia.." kata Anita kemudian.
"Ke Autralia? Wah, enak amat! Gini hari jalan-jalan kesono sendirian, lu kok kaga ikut? Ngapain Nit, beli kangguru ya?" tanyaku seenaknya.
"Eh, ni anak dodol amat sih!! Urusan kantornya lah!!" kata Anita sengit, sementara aku hanya cekikikan mendengar Anita berkata sengit kepadaku.
"So anyway, seperti pertanyaan gue tadi, lu tumben Nit, malem-malem gini telpon. Baru kali ini kan?" tanyaku.
"Iya, gue mau ngobrol aja ama lu. Abis disini sepi.. nggak ada yang bisa diajak ngomong" lalu Anita menceritakan apa-apa saja yang menjadi pembicaraan dalam meeting tadi. Seperti biasa, aku diminta pendapat dalam masalah kantor yang sedang ditangani, dalam sudut pandang aku tentunya.

Tak terasa, kami berbicara sudah satu setengah jam yang kemudian kami berniat mengakhiri, dan berjanji akan di teruskan esok harinya di kantor. Sebelum aku menutup telpon, tiba-tiba Anita menanyakan sesuatu kepadaku,
"Eh, gue mau tanya dikit dong, boleh nggak? Tapi kalau lu nggak mau jawab, nggak apa-apa.."
"Apa?" tanyaku kemudian.
"Maaf , kalau gue boleh tanya, Hmm.. Lu pernah ML nggak?".

Mendengar pertanyaan seperti itu aku sedikit kaget, karena walaupun pembicaraan aku dan Anita selalu apa adanya dan kadang bersifat pribadi, tapi belum pernah seperti ini.

"Ngg, pernah.. Kenapa Nit?" tanyaku ingin tahu.
"Nggak, cuma tanya doang.. Lu pertama kali ML kapan, pasti ama cewe lu yah?" tanya Anita.
"Gue pertama kali ML waktu SMA, sama teman bukan ama cewe gue, lu sendiri kapan?"
Mendengar jawaban ku tadi Anita langsung berkata,
"Gue sih, waktu kuliah. Itu juga setelah TA, sama Randy (suaminya). Rasanya gimana Nto, ML pertama kali?" tanya Anita.
"Lhaah, lu sendiri waktu ML pertama kali gimana?".
"Awalnya sih, sakit. Tapi enak juga.. Hehehe. Abis Waktu itu Randy buru-buru amat. Maklum waktu itu kami takut ketauan..".
"Emang lu ML dimana, di kantor RW?"
"Hahaha, nggak lah!! Gue lakuin di ruang tamu rumah gue sendiri. Waktu itu lagi nggak ada orang lain. Pembantu gue juga lagi keluar rumah"
"Wah, ternyata waktu gue ke rumah lu kemarin, gue nggak sangka duduk di sofa yang pernah digunain untuk perang antar kelamin.."

Anita hanya tertawa mendengar celotehanku itu. Kemudian kami saling bercerita mengenai pengalaman kami masing-masing, sampai dengan masalah posisi yang paling disukai dan yang tidak disukai dalam berhubungan intim. Kami juga sama-sama bercerita kalau kadang-kadang melakukan masturbasi apabila keinginan sudah menggebu dan tidak tertahankan.

"Wah, Nto.. kalau lu abis mastur, jangan dibuang sembarangan dong, kasiankan, anak lu pada teriak-teriak di got. Mending lu bungkus terus kirim ke gue aja, kali-kali bermanfaat"
"Emang lu mau sperma gue, bawanya gimana? Dibungkus? Kaya bawa nasi rendang! Kirim lewat apa dong? Mending langsung tuang ke lu langsung. Praktis dan nyaman, hehehehe".
"Week, mengharap amat! Lu yang nyaman, tapi gue yang nggak aman!! Nggak, gue cuma mau sperma lu aja" celetuk Anita dengan sengit.
"Sudah ah, gue mau mandi dulu terus tidur, besok kita kan masih kerja.." kata Anita kemudian. Setelah itu kami sama-sama berpamitan untuk menutup telpon.

TGF (Thanks God is Friday), hari itu aku melakukan seperti biasanya. Walaupun aku terasa mengantuk, tapi aku senang dan bekerja dengan semangat sekali karena besok dan lusa libur. Seperti janji semalam, aku makan siang dengan Anita untuk melanjutkan pembicaraan masalah kantor yang sedang dihadapinya. Aku dan Anitapun berangkat bersama, menuju restoran yang menyajikan masakan Thailand di bilangan Jakarta Selatan. Sepanjang perjalanan dan di tempat tujuan pembicaraan kami hanya berkisar masalah pekerjaan yang serius, sekali-kali bercanda dan tertawa. Tidak ada satupun topik yang mengungkit-ungkit pembicaraan akhir di telepon semalam. Sampai pada saat kami diperjalanan pulang, kami hanya diam seribu bahasa. Mungkin karena Anita masih mengingat pembicaraan yang tadi dibicarakan. Kalau aku sih, sedang mengingat-ingat rencana apa yang akan dilakukan liburan nanti. Entah apa yang ada di benak Anita, mungkin pusing liat kemacetan lalu lintas yang sedang dihadapi, maklum dia yang jadi sopir. Sementara aku bersantai-ria disampingnya sambil mendengarkan lagu slow R&B.

"Kenapa sih, kok ngelirik gue terus?" kata aku tiba-tiba, karena aku perhatikan dari sudut mataku, Anita sering melirik ke arah aku.
"Ge-Er aja sih lu? Gue cuma liatin jalan, bukan liat lu! Jalan kan macet, jadi gue bingung mau ambil arah mana?" celetuk Anita.
"Weleh, muka liat jalan, kok biji mata lu ke arah gue? Emang, tampang gue kaya pengamen yah?". Anita tertawa mendengar celotehan aku tadi.
Kemudian dia berkata, "Nto, lu benar mau kirimin ke gue?".
"Kirimin apa sih?"
"Itu-tu, .. Pembicaraan kita semalem.." kata Anita.
"Tentang mastur.."

Aku langsung memalingkan wajahku ke Anita, bingung
"Mastur? Ooo, yang itu. Emang kenapa sih Nit? Lu emang ingin benih gue?".
"Sebenernya bukan itu, gue cuma ingin punya anak doang. Cuma gue bingung harus gimana?"
"Mungkin sekarang belum rezeki lu, kali Nit. Lu jangan nyerah gitu donk! Suatu saat nanti, kalau rezeki lu sudah dateng, pasti juga dapet kok. Sabar ajah, ya Nit" kataku.
"Jadi maiksudnya, lu nggak mau kasih kesempatan ke gue? Maaf ya, Nto? Bukannya gue sudah kehilangan akal sehat, gue cuma mau tes aja. Gue tahu lu orangnya bisa dipercaya. Apapun yang terjadi nanti, gue percaya lu nggak berubah memandang diri gue.Tetep bisa jadi teman gue. Makanya gue perlu lu".
"Wah Nita, kalau nanti hamil beneran gimana? Serem aja kalau sampai ketauan.. Gue kan, jadi nggak enak ama keluarga lu?".
"Biarin aja, itung-itung sebagai bukti kalau gue bisa hamil!"

Setelah Anita berkata tadi aku berpikir, si Anita gila juga nih, pikirku. Aku tahu, kami memang sama-sama dekat, tapi hanya sebatas teman biasa. Aku hanya takut, nanti setelah kejadian, salah satu dari kami bisa muncul perasaan berbeda. Walupun Anita percaya aku tidak seperti itu, tetap saja aku ragu. Memang aku tidak memungkiri, ingin sekali tidur dengannya. Tapi perasaan itu aku tahan, karena bisa merusak hubungan kami nantinya. Paling kalau sudah tidak terbendung, ujungnya hanya masturbasi. Aku memang doyan sekali dengan yang namanya sex. Tapi aku tidak mau obral cinta demi sex semata. Oleh sebab itu, permintaan Anita ini bisa saja mengubah suasana. Tapi setelah aku pikir-pikir, apa salahnya aku coba. Toh, dari dulu memang aku ingin sekali melihat lekuk tubuhnya..

"gimana To, bisa nggak?" kata Anita tiba-tiba yang membuyarkan lamunanku.
"Bisaa.. Ya pasti gue bisa aja dong! Wong enak kok, main perang-perangan".
"Heh, enak aja! Kata sapa lu, kita ML? Gue kan cuma bilang minta sperma lu? Bukan berarti kita main sex! Dan gue minta kita bersikap obyektif yah, ingat gue sudah punya keluarga".
"Jadi kita nggak nge-sex? Gimana caranya? Emang lu mau minum sperma gue, yang ada sih lu cuma kenyang, bukannya bunting!" kataku mulai bingung.
"Hush, jijik ah, omongan lu. Gimana caranya lu hanya keluarin sperma lu nanti, terus langsung masukin ke punya gue".
"Waah, susah amat proyeknya! Tapi okelah, kita coba aja yah" akupun menyanggupi, karena aku berpikiran, akan berusaha paling tidak bisa melihat bentuk tubuhnya yang membuat penasaran selama ini. Kemudian dalam pembicaraan selanjutnya, kamipun sepakat untuk bertemu esok harinya di salah hotel bintang 3 di arah yang berbeda dengan daerah rumah kami di wilayah Jakarta selatan.

Hari Sabtu pun tiba. Setelah istirahat yang cukup, pagi-pagi sekali aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk tujuanku nanti. Setelah aku tiba di hotel tersebut, aku langsung check-in. Kemudian menunggu di kamar hotel setelah sebelumnya aku memberitahu Anita bahwa aku sudah sampai. Lama sekali Anita tidak muncul, sudah hampir 3 jam aku menunggunya sambil menonton acara music di TV kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, ketika tiba-tiba ada ketukan halus dari pintu kamarku.

Dengan berdebar-debar akupun bergegas mengintip dari pintu, ternyata Anita! Ketika aku bukakan pintunya, Anita langsung bergegas masuk meninggalkan aku di depan pintu sambil terbengong-bengong. Hari itu Anita menggunakan kaus hitam berkerah rendah dilapisi dengan bleser coklat tua, dengan rok berbahan kulot bercorak coklat tua. Begitu sudah di dalam Anita langsung membuka blesernya yang ternyata memperlihatkan kausnya berlengan buntung. Menambah kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Sementara aku hanya menggunakan T-Shirt dan bercelana pendek. Kemudian dia duduk di tepi tempat tidur, menghadap ke TV.

"Kenapa sih lu, bengong gitu liatin gue?" kata Anita.
"Nggak, cuma heran aja sama lu, masuk ke dalam tanpa ngomong, buka bletser terus duduk nonton TV"
"Siapa yang mau nonton, gue kan cuma baru dateng. Sori, yah, gue nggak nyapa lu dulu. Malah nyelonong masuk. Terus terang gue bingung, jantung gue deg-degkan nih" kata Anita.

Akupun menyadari suasana seperti itu, kemudian aku menawarkan minum kepada Anita untuk mengendurkan suasana yang kaku. Setelah aku membuatkan teh yang diminta Anita, akupun duduk di bawah sambil bersandar ke tempat tidur. Anita yang berada didekatku meminum teh suguhanku sambil tetap duduk di pinggir tempat tidur. Posisi ini membuat aku bisa mudah memperhatikan lekuk kakinya yang bagus, yang sejak dulu aku kagumi, karena tepat berada di samping mukaku. Putih bersih tanpa noda. Sekali kali aku membuka pembicaraan dengan topik yang umum saja. Maksud aku hanya untuk mengendurkan suasana, dan ternyata aku berhasil. Aku dapat melihat bahwa Anita sudah dapat rilex dengan susasana ini karena dapat menimpali pembicaraanku dengan cepat dan sekali-sekali tertawa mendengar celotehanku.

Setelah Anita minum teh, dia berdiri dan meletakkan gelasnya di atas meja di samping TV, kemudian duduk dibawah, disamping kananku dengan bersandar pada tempat tidur. Sambil terus berbicara, aku mencoba memeluk pundaknya dari samping, dan tangan kiriku memegang tangan kirinya. Sambil terus kami berbicara, aku mencoba merasakan kehalusan kulitnya dengan sentuhan-sentuhan halus ujung jariku yang aku lakukan. Dari pundak aku sentuh turun ke telapak tangannya, silih berganti. Sentuhan-sentuhan lembut yang aku lakukan tidak di pungkiri membuat Anita terpengaruh, walaupun dia tetap saja berbicara. Terbukti bulu-bulu pada tengkuknya terlihat berdiri, karena ulahku itu. Ditambah lagi sekali-kali aku mencium pundaknya. Sentuhan tangan kananku yang tadi dengan tangan kiriku menyentuh tanganganya, kini berpindah ke perutnya, sementara tangan kiriku masih memberi sentuhan pada tangan kirinya. Sentuhan pada perutnya terus beranjak naik, sampai aku menyentuh payudaranya walau masih di balut dengan bra dan kausnya. Lama aku melakukan aksi tersebut sambil memberikan sentuhan dari luar.

Kemudian tanganku itu turun kembali kebawah yang kemudian meyusupkan ke dalam kaus Anita. Sentuhan pada perutnya aku langsung berikan tanpa halangan dari kausnya. Terus naik ke atas sampai aku menemukan payudaranya yang masih terbungkus payudara. Begitu kenyal dan nikmat sekali rasanya, meremas-remas payudaranya dengan lembut, kemudian aku berusaha mencari-cari putingnya sambil terus meremas lembut serta memberi kecupan pada pundaknya. Anita yang sudah mulai merasakan perbuatanku itu sambil memejamkan matanya, sudah terdiam sejak tadi tiba-tiba menepis ulahku itu sambil menarik tanganku dari balik kausnya, "Sudah, yah.." kemudian dia mengecup bibirku, yang dijawab dengan lumatanku sambil terus memberi sentuhan. Kali ini yang manjadi sasaranku adalah kakinya, karena posisi Anita agak sedikit miring ke arah aku. Sedikit demi sedikit tanganku meraba, dan menyentuh kakinya sampai aku menyusupkan dibalik roknya. Didalam roknya tanganku mulai mencari-cari pangkal pahanya yang masih tertutup dengan celana dalamnya.

Rangsangan yang aku berikan mungkin menambah panas suasana, karena Anita menyambut lumatanku dengan bergairah. Kemudian tanganya mulai meraba-raba gundukan di balik celana pendekku yang sejak dari tadi menegang hebat, yang kemudian aku membimbing tangannya untuk memasukkan ke dalam celanaku. Terus aku melanjutkan aksiku di dalam roknya. Aksinya yang memijat nikmat penisku dari dalam celana, membuat aku bernafsu sekali. Akupun menyudahi lumatanku dan kecupanku pada lehernya, dan langsung menurunkan kepalaku ke bawah, untuk memberi kecupan dan jilatan kecil pada kedua kakinya. Dari bawah, terus ke arah pangkal kaki, sedikit demi sedikit aku memberi sentuhan, kecupan dan jilatan pada kedua kakinya. Sampai akhirnya di pangkal kakinya, dengan menyibakkan roknya sedikit demi sedikit, akhirnya aku dapat melihat celana dalamnya yang berwarna coklat yang sangat muda. Akupun lebih bernafsu untuk memberikan jilatan disekitar pangkal pahanya. Begitu aku berniat untuk menurunkan celana dalamnya, Anita tiba-tiba berdiri dan duduk di pinggir tempat duduk. Posisi aku yang sudah terlanjur memegang karet CD-nya, malah membuat turun agak kebawah karena Anita berdiri. Anita yang tahu hal itu langsung menurunkan roknya dan duduk di samping tempat tidur.

"Kita jangan sampai ML, yah?" kata Anita.
"Memangnya kenapa? Tuang spermanya gimana? Gini aja, gue akan merangsang lu sampai keluar, setelah itu gue masukin punya gue dan tumpahkan sperma gue didalem, gimana? Soalnya kalau numpain doang mah, yang enak gue aja dong?" pintaku kemudian.
"Sama aja donk kita ML?".
"Nggak lama kok, paling kalau gue sudah nafsu banget kaya gini, paling lama semenit!" sergahku.
"Makanya lu gue buat klimaks dulu, baru gue masukin".

"Tapi.." belum sempat Anita meneruskan aku sudah melumat bibirnya yang seksi itu, sambil tangan kiriku meraba-raba selangkangannya dari balik rok. Terasa basah disitu. Kerena lumatanku dibibirnya dan rangsanganku dari bawah, Anita merebahkan dirinya diatas kasur dengan posisi kaki yang menjuntai ke bawah tempat tidur. Akupun masih terus bergerilya, atas-bawah. Kemudian aku menurunkan arah seranganku ke bagian bawahnya. Dari leher, pundak, aku remas payudaranya, terus ke perutnya, sampai dengan aku menyibakkan kembali roknya. Disitu aku melihat posisi celana dalamnya yang sudah merosot ke bawah, walaupun masih diatas dengkul, tapi sudah memperlihatkan bulu-bulu yang hitam dan halus serta terawat dengan rapi.

Untuk beberapa saat aku masih kagum dan takjub dengan pemandangan itu. Dari posisi di samping Anita, akhirnya aku memberi sentuhan halus melalui bibir dan kecupanku di sekitar selangkangannya. Sedikit demi sedikit memberi kecupan dan sentuhan, dan terus turun ke kakinya, sampai aku turun dari atas tempat tidur memberi kecupan pada kakinya yang menjuntai kebawah. Kemudian masih terus mengecup kakinya dari bawah terus ke atas lagi, dan sedikit demi sedikit aku menarik turun celana dalamnya sambil memberi kecupan dan jilatan kecil pada sekujur kaki indahnya yang aku kagumi itu. Setelah celananya aku lepas, dalam posisi duduk di bawah dan menghadap ke arah selangkangan Anita, aku membuka kakinya lebar-lebar kemudian dengan meletakkan kedua pahanya di atas pundakku, dan aku langsung melahap vaginanya yang terawat sangat rapih sekali. Dengan kulit bersih, bulu yang halus, vagina yang dimiliki Anita sangat bagus sekali. Yang membuat diriku jadi bernafsu sekali dan ingin sekali menyutubuhinya. Aku melumat vaginanya dengan sangat bernafsu sekali, sampai terdengar erangan lepas Anita yang sudah tidak tertahankan sambil menggeliat kekiri dan kekanan.

Erangan-erangan Anita tersebut membuat diriku lupa, dan terus melumat dan menjilat vagina nan indah itu, sambil memberi elusan kepada kedua pahanya dengan kedua tanganku. Elusanku itu kemudian beralih ke atas. Dari balik kausnya aku memberi sentuhan-sentuhan ke perutnya, sampai akhirnya aku memeras halus kedua payudaranya yang sebelumnya sudah aku keluarkan dari 'cup' yang hanya menutup setengah dari payudaranya. Remasan halus yang aku berikan memberikan nuansa kenikmatan tersendiri bagiku.

Karena selain kulitnya yang sangat halus, ukuran dan kekenyalannya membuat aku makin bernafsu untuk menyetubuhinya. Walaupun aku belum melihat payudaranya secara langsung, karena masih tertutup di balik kaus. Setelah beberapa menit, tiba-tiba Anita mengangkat pantatnya tinggi-tinggi dan kedua kakinya menjepit kepalaku ke arah selangkanganku. Sambil setengah teriak yang tertahan Anita berkata,
"Nnnto, .. Aku mau keluarr.. Aduhh!!" kemudian Anita mengejang untuk beberapa saat.
Aku yang masih terus melahap vaginanya, merasakan ada cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Setelah Anita terhempas lemas, aku masih saja membersihkan cairan cinta yang keluar dari dalam vaginanya. Setelah itu baru aku merangkak naik sambil menyibakkan kausnya untuk melihat payudaranya, setelah terlihat, aku menjilatinya dengan lahap. Anita yang masih keletihan setelah orgasme yang pertama, hanya terlihat pasrah saja. Karena aku sudah sangat bernafsu sekali, aku langsung melepas celanaku. Rotanku yang sudah sangat keras memang sedari tadi sudah membuat aku tidak nyaman. Dalam keadaan Anita yang pasrah tersebut, Aku langsung memasukkan penisku dalam lubang cinta milik Anita. Seret, tapi nikmat sekali.

"Aduh! Ahh.." desah Anita sambil memejamkan matanya.

Sedikit demi sedikit aku masukkan, kemudian aku tarik sedikit, aku masukkan lagi yang lebih dalam, yang akhirnya aku menyodoknya dalam-dalam sampai mentok dengan pangkal penisku. Kamipun menyatu, dan keinginan aku tadi untuk menyutubuhinya sudah terpenuhi. Karena desahan-desahan Anita yang membuat aku sangat bernafsu sekali, sambil memeluk tubuh Anita yang masih berpakaian lengkap aku segera menggenjot tubuhnya dengan cepat. Akhirnya dengan hitungan cepat pula, akupun sudah tidak tahan untuk menyemburkan lahar panasku. Aku langsung mendekap Anita kencang-kencang sambil menekan dalam-dalam penisku ke dalam vaginanya.

"Ahh, .. Gue keluar" akupun menyemburkan cairan cintaku di dalam rahim Anita. Perasaan nikmat menjalar di dalam tubuhku. Untuk beberapa saat aku masih mendekap tubuh Anita karena belum mau melepaskan rasa nikmatku itu. Beberapa saat kemudian akupun bergulir terlentang disamping Anita. Sambil memegang tangannya, akupun berkata,

"Enak banget punya lu, Nit. Untung lu bukan istri gue. Kalau Istri gue, ntar gue jadi males kekantor gara-gara nafsu terus ama lu".
"Hehehe, punya lu juga enak kok. Cuma sayangnya cepet amat!" kata Anita, "Sepertinya barang lu itu lebih besar deh, dari punya Randy. Soalnya gue ngerasa agak mampet di vagina gue".
"Masa sih? Ah, lu bisa-bisanya aja. Emang sih, tadi cepet banget. Abis gue sudah nafsu banget pingin nyetubuhin elu. Lagian tadi kan, lu bilang nggak mau ML. Jadi, dari pada waktu gue sudah nafsu banget dan sudah masukin barang gue tiba-tiba lu tadi nolak, atau kabur? Kan gue yang rugi. Mending gue nyetubuhin elu dengan cepat. Yang penting nafsu gue tersalurkan. kalau mau yang lama ntar aja kita coba lagi, yah?".
"Hahaha, emang dasar lu! Emang lu nggak capek?" kata Anita sambil tertawa renyah, saking gemasnya membuat aku langsung melumat bibirnya yang seksi itu. Lama aku melumatnya, yang kemudian aku bangun meninggalkanya untuk pergi membersihkan penisku di kamar mandi.

Di kamar mandi aku membersihkan sisa-sisa cairan cintaku yang masih melekat dengan air hangat shower. Tidak lama setelah aku masuk ke dalam kamar mandi, Anita ikutan masuk, untuk membersihkan cairan cintaku yang keluar dari vaginanya. Sambil mengangkat kaki kanannya ke atas closet dan menghadap ke cermin besar, Anita membersihkan vaginanya dengan tisyu WC. Sementara aku yang sedang mengeringkan penisku dengan handuk, terus memperhatikan kaki jenjang yang indah itu dan aktifitas Anita. Kakinya yang putih bersih nan indah itu, terlihat apik sekali kalau dilihat dari belakang yang tiba-tiba membuat libidoku naik.

Rupanya Anita juga memperhatikan aku melalui pantulan cermin di depannya (shower berada di depan cermin). Dia tersenyum melihat aku tidak berkedip melihat dirinya. Senyumannya itu lho, aduh.

"Nit, jangan tenyum-senyum gitu, napa?" kataku dengan gemas.
"Lhaa, emang kenapa? Kan lu juga ngeliatin gue terus, kan?" kata Anita. Aku menghampiri Anita yang masih sibuk membersihkan cairan yang merembes di paha sisi dalam.
"Kok, di bersihin, Nit? katanya mau di jadiin?"
"Cuma yang di luar aja, kok. Lagian nggak enak kalau buat jalan, ada sperma di paha gue". Sambil Anita bicara, aku mencium lehernya yang putih itu, sambil memeluknya dari belakang.
"Ihh, geli doonk!" protes Anita, karena membuat tidak leluasa membersihkan pahanya. Aku nggak peduli, sambil jongkok malah terus menciumi kakinya yang terangkat itu sambil tangan kiriku mengelus sekujur kakinya yang berpijak di lantai, kemudian sedikit demi sedikit terus ke atas, sampai kemudian aku menciumi lehernya kembali. Dalam posisi berdiri dan setengah memeluk dari belakang, aku terus menerus menciumi Anita yang sudah mulai terpejam dan menikmati sentuhanku itu. Kemudian tangan kananku menuju selangkangannya dan bermain-main dengan lembut pada bulu-bulu halus dan sekitar vaginanya. Sementara tangan kiriku menyusup ke dalam kausnya mencari daging-daging kenyal yang tertutup bra.

Sedikit demi sedikit Anita terpengaruh dengan aksiku itu. Tanpa membuang waktu lagi aku menyodorkan penisku yang sudah setengah online ke vaginanya. Perlahan tangan kananku itu membimbing penisku ke vagina Anita dari belakang, sementara Anita memberi peluang dengan meninggikan pantatnya dan tanganya bertumpu dengan sikunya pada pinggir wastafel. Rasa nikmat dan hangat menjalar pada kami berdua saat penisku masuk ke dalam vagina Anita. Kemudian aku menyodoknya perlahan sekali untuk memberi nuansa yang lebih nikmat dan sensual, sementara aku memeluknya dari belakang dan memeras lembut payudaranya, sambil terus mengecup tengkuknya dan lehernya. Perlakuanku tersebut membuat kami benar-benar menikmati persetubuhan kami itu. Sambil terpejam dan sekali-kali mengigit bibirnya, dari mulut Anita mengeluarkan suara desahan lembut. Aku menyetubuhinya berdiri dari belakang sambil memperhatikan Anita dari kaca, melihat gocangan payudaranya, desahannya, dan ekspresi mukanya yang sensual, menambah gairahku saat itu.

Di menit yang kesekian, Anita menurunkan kakinya dari atas closet dan masih bertumpu di depan cermin, dia menunggingkan pantatnya ke belakang yang membuat aku dapat menikmati bongkahan pantat yang indah. Sambil sekali-sekali meremas pantatnya itu, aku menyodoknya terus menerus yang diimbangi oleh Anita dengan goyangan pada pantatnya dan menekan ke pangkal penisku.

Menit demi menit berjalan dengan nikmat. Kami masih bertahan dengan posisi yang sama. Sampai aku merasakan denyutan halus di dalam vagina Anita yang makin terasa. Sambil menyusupkan tanganku di balik kausnya, yang membuat Anita dalam posisi nungging menyondongkan badannya ke belakang membuat aku dapat meremas payudaranya dengan mudah.

"Ssshh, uuhh.. Hmm. . Ssh, gue mau sampai, To.."
"Tahan sebentar yah Nit, gue juga.. Uhh, nikmat banget, tahan sebentar.."

Aku merasakan denyutan di vaginanya kian terasa, yang kemudian Anita mulai mengejang. Akupun yang sudah sampai puncaknya, dengan rapat memeluknya dari belakang serta memberi sodokan-sodokan terakhir penisku dengan keras. Kamipun bergetar hebat, menikmati persetubuhan kami itu dengan klimaks bersama. Sementara cairan cintaku yang aku tumpahkan di dalam vagina Anita terasa hangat bercampur dengan cairan cintanya. Nikmatnya persetubuhan kami itu dirasakan oleh kami berdua, terbukti dengan bulu halus pada tengkuk Anita terlihat berdiri, yang kemudian aku kecup dengan lembut.

Anita berbalik diperperlakukan seperti itu, kemudian mengecup lembut bibirku, yang aku jawab dengan kecupan-kecupan lembut pula dibibirnya yang seksi. Entah kenapa, aku merasa senang sekali memperlakukan Anita seperti itu. Sentuhan, kecupan yang lembut, aroma tubuh dan hembusan nafas serta dekapan kami berdua menambah mesra suasana romantis saat itu. Sementara suara TV di ruang tidur mengumandangkan lagu Cinta Kita dari Titi Dj,
"Aku tetap bertahan.. walau badai datang menerjang.. Menjaga cinta, kita, slalu bersama.. Sungguh cinta kita tiada.. Duanya..".

Kecupan demi kecupan, belaian demi belaian kami lakukan. Hembusan nafas yang memburu menambah gairah kami, yang sebelumnya telah melakukan persetubuhan dengan kenikmatan sensual dan romantis. Sambil berpagutan, aku mendorong Anita perlahan-lahan ke tempat tidur. Dalam posisi duduk di tepi tempat tidur, aku pangku Anita tanpa melepaskan pagutan kami berdua, yang menambah panas suasana di ruangan itu. Anitapun dengan bergairah melepaskan pakaianku yang masih tersisa, sementara akupun tidak tinggal diam. Kaus Anitapun aku buka, dan terpampanglah buah dada yang kenyal itu, sedikit terbungkus dengan bra. Aku langsung menciumi buah dada Anita sambil membuka ikatan dari depan. Setelah terbuka, aku pelintir putingnya dan aku sedot puting satunya. Dicium, menjilati, dan aku remas dengan lembut buah dada Anita yang indah itu dengan penuh kasih sayang. Desahan Anita menjadi-jadi, setelah ia memasukkan penisku ke dalam vaginanya sendiri perlahan-lahan sekali. Sambil memeluk Anita, aku menciumi seluruh area dadanya, tanpa kecuali bahu dan ketiaknya, Sementara Anita perlahan tapi pasti menaik-turunkan tubuhnya dengan sekali-sekali memutar pantatnya dengan halusnya tatkala penisku tertancap jauh di dalam vaginanya.

Menit demi menit, suasana romantis tersebut bertambah nikmat dengan perlakuan kami berdua, yang memberi belaian, kecupan, rangsangan dengan rasa cinta, romantis dan penuh kasih sayang. Goyangan Anita pun menjadi-jadi, dengan meningkatnya gairah kami berdua. Tatkala gerakan Anita bertambah cepat, akupun mendekapnya dengan erat sambil memberikan sodokan-sodokan ke atas, sampai jeritan panjang Anita yang merasakan ejakulasi setelah mendapat orgasmenya tersebut. Tanpa melepaskan pelukan, aku mengejang untuk beberapa saat dan menikmati persetubuhan kami yang nikmati dan kemudian memberikan kecupan sayang kepada Anita yang telah memberikan kenikmatan dalam persetubuhan. Sambil memeluk Anita, Aku ambuk ke belakang. Aku membelai rambutnya, mengecup kening dan bibir Anita yang terlihat sangat letih tapi terlihat cantik, walaupun terlihat rambut seluruh mukanya dan tubuhnya basah bermandikan keringat.

"Lu keliatan capek, Nit. Istirahat dulu aja," kataku.
"Nggak ah, gue emang capek, tapi seneng banget ngelayani lu. Abis enak banget!" kata Anita kemudian.
"Enak barang gue, atau lu emang doyan sex?"
"Dua-duanya sih.. Hahaha, tapi sentuhan lu itu lho, bikin gairah gue berkobar! Touch of Art."

Aku tertawa mendengar kelakar Anita tersebut. Kemudian aku bangkit menuju kamar mandi untuk buang air kecil dan membersihkan sisa cairan cinta kami berdua, sementara Anita bergerak ke arah bantal besar diatas tempat tidur. Di kamar mandi aku menyempatkan untuk menghisap sebatang rokok kesukaanku. Sambil menghisap aku memandang cermin di depanku,
"Bermimpikah aku ini" batinku. Aku cubit-cubit mukaku, perih.
"Berarti aku nggak mimpi. Aku menyetubuhi Anita? Wah.."

Sambil menghisap rokokku, aku tersenyum bangga sekali, karena bisa tidur dengan Anita. Setelah hisapan terakhir rokokku, aku berkumur dengan pengharum mulut dan kembali ke ruang tidur.

Di atas tempat tidur, ternyata Anita sudah tertidur lelap. Dengan posisi setengah tengkurap (miring) ke kiri, satu kaki tertekuk ke depan, dan kaki satunya lurus sejajar dengan tubuhnya. Pemandangan erotis yang aku lihat, pantatnya yang bulat, dengan posisi seperti ini membuat libidoku naik dengan cepat. Perlahan-lahan aku merangkak menghampiri Anita. Dalam posisi yang sama, vagina Anita aku masukkan dengan penisku yang sudah setengah tegang, bless. Sedikit-demi sedikit aku masukkan dengan bantuan tangan kananku, sementara tangan kiriku membelai bongkahan pantatnya. Setelah penisku masuk hampir semua, aku maju-mundurkan perlahan-lahan, sementara kedua tanganku bergerilya ke suluruh kaki dan pantatnya. Sodokan-sodokan halus yang aku lakukan ternyata tetap membuat Anita tersadar dari tidurnya, yang kemudian menoleh ke arahku.

"Auhh.. uhh, To.. Belai aku dong.. Nikmat juga nih! Geli.." kata Anita kemudian.

Sodokanku kemudian lebih cepat dan berirama sambil mengusap sekujur tubuh serta meremas halus buah dadanya.

Setelah puas, aku menyuruh Anita untuk tengkurap, dengan pantat ditinggikan. Dalam posisi tersebut, aku setubuhi Anita dari atas yang mengerang dan mendesah erotis sekali. Bongkahan pantat Anitapun tak luput dari remasan tanganku. Setelah aku bergerilya di seluruh tubuhnya, buah dadanya yang terhimpit dengan kasur tidak luput juga dari remasan tanganku. Sodokan demi sodokan aku berikan serta keringat kami yang membanjir, menghasilkan citra rasa dan gairah pada kami berdua.

Erangan, desahan kami berdua serta sentuhan-sentuhan kami membuat gelora birahi kami memuncak. Sampai pada puncak gairah kami itu, aku menyuruh Anita untuk terlentang. Dengan gaya konvensional tersebut, aku setubuhi Anita sambil memeluk erat tubuhnya untuk mengakhiri sesi ini. Dekapan aku buat dan pagutan kami diakhiri dengan ejakulasi kami yang hampir bersamaan. Bermula dari aku yang mengejang sambil mendekap erat tubuh Anita serta mengigit lehernya dengan bibirku, kemudian Anita menyusul dengan mendekap punggungku dengan himpitan kakinya yang erat pada pinggangku, menambah pesona tersendiri bagi kami berdua karena menambah masuknya penisku ke dalam vagina Anita. Setelah itu aku memberikan ciuman mesra kepada Anita dengan rasa sayang.

Menit berikutnya aku ambruk disampingnya. Peluh kami sudah tidak terkira banyaknya disertai nafas kami berdua yang tersenggal. Setalah itu kamipun mandi berdua, sambil bercanda aku dan Anita saling memandikan dengan mesranya. Setelah selesai, kami mengeringkan tubuh kami bersama dan pergi ke tempat tidur. Diatas tempat tidur, kami tidur berpelukan dengan mesra tanpa ada rasa canggung. Sementara di TV menampilkan lagu 'Bilakah' dari grup musik Ada Band, kamipun kemudian tertidur pulas.

Aku tidak tahu sudah berapa lama tertidur, sampai kurasakan ada sesuatu yang geli pada selangkanganku. Sewaktu terbangun, kulihat Anita sedang mengulum dan menjilati penisku seperti makan candy. Dari mulai biji pelir sampai lubang penisku, tidak luput dari sergapan lidah dan kuluman Anita. Rasa nikmat menjalar di sekujur tubuhku tatkala Anita mengulum penisku disertai dengan sentuhan giginya di ujung penisku. Penisku yang sudah mengeras bertambah keras diperlaskukan sedemikian rupa olehnya. Setelah itu Anita mengambil posisi berjongkok di atas penisku. Sambil mencengkram dan membimbing penisku ke arah lubang cintanya, sedikit-demi sedikit penisku masuk. Kemudian ditarik kembali, digosok-gosokkan di sekitar lubang vaginanya dan dimasukkan kembali. Setelah amblas sampai biji pelirku menyentuh bibir kemaluiannya, Anita mulai menaik-turunkan tubuhnya perlahan-lahan.

Aku tidak tinggal diam. Kuremas pantatnya silih berganti yang kemudian beralih pada buah dadanya. Anita yang bergerak naik turun dengan cepat kemudian memutar-mutar pantatnya diatasku, membuat rasa sensualitas pada gairah kami berdua. Kemudian dia menunduk untuk merapatkan tubuhnya diatas dadaku, yang aku balas dengan dekapan mesra dan ciuman bertubi-tubi pada bibir dan lehernya sambil memberikan sodokan keras dari bawah. Aku kemudian meminta Anita untuk memutar tubuhnya membelakangi diriku. Dalam posisi tetap di bawah, aku dapat memelihat bongkahan pantatnya menghantam penisku dengan mantap. Akupun dapat leluasa meremas pantatnya dengan sekali-kali meremas-remas punggungnya. Menit berlalu tanpa terasa, dengan posisi yang sama kami meraup kenikmatan dan sensualitas bersama.

Setelah itu aku meminta Anita untuk menungging. Dengan posisi doggy style aku menyetubuhinya sambil meremas buah dadanya dengan lembut. Sodokan-sodokan yang lembut, gigitan kecil dan usapan lembut pada sekujur tubuh Anita membuat diriku tidak dapat membendung gairah puncakku itu. Yang kemudian aku meminta Anita untuk kembali pada posisi awal, aku dibawah dan Anita diatas untuk dapat mendekapnya dengan mesra. Sodokanku dari bawah dan himpitan selangkangan Anita dari atas menambah menit akhir orgasme kami kian dekat. Sambil menyodok dari bawah akupun mengusap lembut lubang duburnya yang kemudian menambah getaran tubuh dan denyutan yang keras pada vaginanya. Pada posisi tersebut dan saling mendekap erat, kami mengakhiri persetubuhan kami itu dengan tubuh kami yang saling mengejang dan semburan cairan cinta kami di dalam rahim Anita. Setelah berakhir, Anita jatuh disisiku dengan rasa yang sungguh nikmat.

"Uhhff.. Baru kali ini gue ngerasain enaknya bercinta," kataku kemudian.
"Kalau tahu seperti ini, mungkin dari dulu gue sudah minta ke elu sebelum elu digosok abis ama laki lu.."
"Enak aja lu! Emang gue mau ngasih perawan gue ke elu! Jangan konyol.." kata Anita sambil melempar bantal ke arahku.
"Eh, tapi kan elu tadi nikmatin juga persetubuhan kita?"
"Iya siih, tapi kan karena gue mau cepet dapat anak. Kalau perawan gue tetep dikasih ke suami gue, donk"
"Seett, pelit amat sih lu!!" kataku itu disambut dengan lemparan bantal lagi oleh Anita. Aku yang sudah tahu gelagat dapat menghindari lemparan tersebut dan lari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai giliran Anita untuk membersihkan diri.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam tujuh malam, ketika Anita pamit kepadaku untuk kembali ke rumah. Akupun mendekapnya dengan mesra serta memberinya kecupan pada kening dan bibirnya. Setelah itu kamipun berpisah, Anita pulang dan aku tetap di hotel, kembali istirahat untuk mengembalikan staminaku yang terkuras. Aku memang berminat checkout pagi-pagi setelah sarapan.

Hari-hari berikutnya di kantor, aku tetap bertemu dengan Anita. Bila bertemu dan berbicara, kami berbicara dan bersikap seperti biasa saja seolah-olah tidak ada kejadian apapun pada kami berdua. Sampai kira-kira pada minggu ke-2 atau ke-3 setelah kejadian itu, Anita memberi kabar bahwa dia hamil. Dan Anita memastikan bahwa anak yang dikandung tersebut adalah anakku, karena disesuaikan dengan umur kandungan dan peristiwa yang kami lakukan. Dari perselingkuhannya dengan aku pertama kali hingga kini, aku telah melakukan persetubuhan dengannya dua kali lagi, dimulai dari Anita memberitahukan bahwa dirinya hamil. Walaupun kami tidak melakukannya seperti pertama (kami hanya melakukan sekali setiap pertemuan), karena takut merusak janin yang ada dalam kandungannya. Sampai kami sepakat untuk tidak melakukannya lagi, mengingat tujuan perselingkuhan kami semula, dan untuk menghormati suami Anita.

Kisah ini memang benar terjadi dalam diriku. Tapi karena sudah berlalu, ada beberapa pembicaraan kami yang mungkin aku tambahkan, karena aku terus terang lupa dengan detil pembicaraan kami berdua, khususnya sebelum kejadian waktu itu. Tapi untuk waktu dan tema pembicaraan memang benar adanya. Untuk nama tempat atau lokasi juga kami samarkan, demi kerahasiaan kami berdua.

Tamat

Jumat, 16 Juli 2010

Barbara

Barbara begitu tak sampai hati melihat keadaan mamanya, nyonya Christine, di dalam keadaan usia tua masih terus bekerja membanting tulang semata - mata karena hanya untuk makan sehari - hari. Bagaimana nyonya Christine tidak harus demikian, karena sejak kematian tuan Rudolf suaminya tak ada lagi yang memberikan makan mereka selain dengan cara yang demikian itu. sedangkan disisi lain nyonya Christine hanya hidup seorang diri di desa Briming yang lengang dan tidak banyak memberikan pola kerja selain daripada menjahit pakaian - pakaian orang - orang di sekitar kebun anggur itu. Ia untuk bekerja seperti mereka - mereka nyonya Christine betul - betul sudah tak kuat. Usianya yang memasuki empat puluh lima tahun itu sangat membuat ia semakin lemah, apalagi ia sudah mulai merasakan adanya sakit rematik, sehingga pekerjaan yang semestinya dikerjakan oleh kaum lelaki itu sungguh membuat ia tidak bisa sama sekali, selain hanya dengan cara menjahit pakaian - pakaian orang yang ada di sekitar kebun anggur itu.

Pekerjaan nyonya Christine memang tidak terlalu berat, tetapi justuru di mata Barbara merupakan suatu pukulan bathin karena tak sampai hati melihat mamanya yang sudah dimakan usia tua itu masih terus bekerja keras hanya dikarenakan semata - mata untuk makan sehari - hari.
Di kala tegang - tegangnya pikiran Barbara memikirkan orang tuanya, tiba - tiba tuan Michael Dorby si pemilik kebun anggur itu datang ke rumahnya dan sekaligus meminta kepada orang tuanya agar Barbara dapat diajak ke Switzerland untuk dijadikannya sebagai tenaga penyalur di negara kincir angin itu.
Mengetahui maksud baik Michael Dorby sudah barang tentu diterima nyonya Christine. Untuk itu ia langsung menyerahkan puterinya itu untuk dibawa Michael Dorby ke Switzerland.
"Saya memang sudah semestinya beristirahat dan di samping itu sudah waktunya buat Barbara mencari kehidupan sendiri. Bawalah dia, tapi tolong jaga anak saya itu baik - baik, tuan...." kata nyonya Christine menjawab permintaan juragan kebun anggur itu.
"Ow, masalah keselamatan diri puteri nyonya, saya yang bertanggung jawab..." kata tuan Michael Dorby memberikan keyakinan kepada orang tua itu.
"Lalu rencana tuan, Barbara hendak tuan jadikan apa di kota besar itu ?" seketika nyonya Christine mendesak bertanya. Tuan Michael Dorby tersenyum kecil dan menghela napas panjang.
"Penyalur. Setelah anggur kami ini diproduksi menjadi minuman. Jadi di Switzerland Barbara kami tempatkan di sebuah toko besar dan di situlah dia akan kami berikan kepercayaan untuk menangani permasalahan jual beli. Selain untuk mengajarkan dia supaya menjadi orang cerdik, dia juga memiliki wajah menarik yang semata - mata dapat mengundang rasa senang kaum pembeli, nyonya...." sahut lelaki yang bertubuh gemuk serta pendek dan berkepala botak itu kepada nyonya Christine sambil tersenyum.
Pembicaraan yang agak panjang dan mendetail itu akhirnya semakin membuat mengerti nyonya Christine. Maka setelah itu sepetang - petang harinya juga lelaki bandar anggur itu mengajak Barbara berangkat menuju Switzerland dengan mengendarai kereta api. Bukan main senangnya perasaan Barbara di kala lelaki setengah baya itu mengajaknya pergi ke kota besar. Selain dia memang sudah merasa jemu dengan keadaan desa Breming yang sepi itu, ia juga merasa mempunyai kewajiban untuk menjadi seorang yang mandiri dan sekaligus dapat meringankan beban mamanya yang sudah lama menjanda itu.
Tiba di Switzerland dengan mengendarai sebuah taksi dodge kuno, gadis yang masih di bawah umur itu dibawa Dorby ke sebuah kios besar yang berisikan berbagai bentuk dan model jenis minuman keras. Ketika melihat keadaan toko yang besar dan luas itu semula Barbara agak bingung dengan ketidakmengertiannya. Tetapi setelah dua hari berselang dan telah diajar dengan baik cara - cara menghadapi kaum pembeli akhirnya Barbara menguasai pekerjaannya itu.
Pada suatu malam, di kala waktu sudah menunjukan pukul sembilan lewat di kala toko sudah tutup, Barbara berlalu ke dalam kamar mandi yang letaknya di bagian dalam toko itu. Dia tampak sudah begitu lelah dan tubuhnya yang sejak tadi berkeringat melayani pembeli yang membludak sudah membuahkan aroma bau yang kurang sedap. Gadis yang baru menginjak dewasa dan bertubuh padat sekali serta montok itu bermaksud hendak mandi.
Tetapi alangkah terkejutnya ketika tiba di muka pintu kamar mandi itu. Seperti orang terkesima, ia melihat Dorby dalam keadaan telanjang bulat tengah menunduk membelakangi pintu kamar mandi asyik sekali mengocok - ngocok kemaluannya yang diborehkannya sabun miyana.
Gila.....? sentak Barbara di dalam hati terpaku melihat tubuh gemuk pendek bagai babi itu dalam keadaan telanjang bulat dan seolah - olah tidak memperdulikan apapun yang terjadi ketika itu. Kocokan - kocokan telapak tangan pada batang pelernya itu membuat bunyi yang berdecak - decak di antara busa sabun mandi. "Akkkkh," desah gadis itu lagi mulai merasakan adanya kelainan di dalam dirinya sewaktu melihat adegan tersebut.
Jantungnya mendadak bergetar keras dan tubuhnya menjadi gemetaran. Sedangkan kelentitnya terasa berdenyut - denyut seketika, dan akibat menahan nafsu itu tiba - tiba terasa cairan agak kental dan licin mengalir keluar dari pelupuk liang vaginanya.
Dorby tampak megap - megap menyeringai dengan kepala tertatap menghadap keatas langit - langit kamar mandi itu. Sedangkan pinggulnya yang padat dan berlipat - lipat karena lemak itu tampak bergoyang - goyang ke muka belakang mengikuti gerakan telapak tangan yang mengkocok kocok kemaluannya. Dan selang beberapa saat tiba - tiba lelaki itu terdengar mengerang dengan suara serak - serak parau yang kemudian dilanjutkan dengan meluncurnya denyut - denyut cairan yang memancar keluar dari lubang kemaluannya. Cairan yang tampaknya kental berwarna putih itu, mendenyut - denyut terlempar jauh sampai membentur dinding tembok kamar mandi.
"Gila...?" kata hati Barbara yang masih tegak terpaku menyaksikan ulah sang majikan yang sinting sendirian itu. Ia betul - betul menjadi terangsang hebat, dan sekaligus membuatnya menjadi resah tak menentu. Namun sedemikian tegangnya keadaan yang dialami Barbara ketika itu, sedikitpun ia tidak bergerak dengan wajah tertatap lurus mengarah ke arah Dorby yang tampak mulai mencuci kemaluannya dengan air.
Setelah selesai membasuh kemaluannya lelaki itu bermaksud hendak keluar dari kamar mandi tersebut, tetapi alangkah terkejutnya ia di kala membalikkan tubuh tiba tiba menjumpai Barbara yang berdiri tegak di muka pintu dengan sikap penuh keterpanaan.
"Haiii....kau......kau............." sentak Dorby dan berusaha menutupi kemaluannya dengan kedua belah telapak tangannya. Wajahnya merah padam seperti menahan malu. "Sedang apa kau disitu?" sambungnya berusaha menggapai handuk yang tergantung di sebelah kiri dan sekaligus menutupi pinggangnya dengan handuk itu.
"Sa.....saya ingin mandi tuan........." sahut Barbara dengan wajah agak pucat dan gugup. Betapa dia tidak harus menjadi demikian? Di kala lelaki setengah baya itu membalikkan tubuh, dengan jelas mata Barbara melihat sesuatu yang menggantung masih sedikit tegang itu sungguh panjang dan besar. Dan bulu jembut di bagian pangkal peler. Hal yang demikian itu sungguh membuat Barbara menjadi tak kuasa menghadapi keadaan.
"Sa.......saya lelah, tubuh saya sudah bau oleh keringat. Sedang apa tuan tadi di sini sendirian?" sambung Barbara lagi. Melihat sikap Barbara yang bertanya itu, sedangkan perasaan gelisah mulai pudar dirasakannya lalu dengan senyuman yang dipaksa - paksakan lelaki itu menjawab.
"Saya sedang membersihkan kemaluan saya yang amat kotor oleh kotoran. Kalau kau mau mandi, mandilah dulu......." ujar lelaki itu dan kemudian langsung berusaha keluar dari kamar mandi itu.
Di kala lelaki itu berlalu lewat ruangan di muka pintu, Barbara berusaha melangkahkan kakinya maju sekalipun dirasakannya ketika itu dadanya berguncang hebat. Dan di kala ia telah masuk ke dalam kamar mandi itu dan tak memperdulikan lelaki yang sudah berlalu meninggalkan kamar mandi, dengan di sertai tubuh yang gemetaran ia mengunci pintu dari dalam kamar mandi.
"Aaaaah......." desah perempuan itu di kala ia meraba bagian kemaluannya yang sudah telanjang bulat. Telapak tangan kanannya yang berusaha meraba kemaluannya itu merasakan adanya cairan - cairan kental dan licin sudah memenuhi rongga yang ada di liang vaginanya. "Aku rupanya sudah mengeluarkan air nafsu, ooooohhhhh.............." sambungnya lagi di dalam hati dan kemudian meredupkan kedua matanya di antara yang sedikit terangkat.
Kobaran rangsangan mendadak datang menggangu jiwa perempuan itu. Darahnya terasa mendesir kuat dan kemudian membuat sekujur tubuhnya menjadi hangat. Sedangkan jantungnya terasa kian berdegup keras dan membuat dadanya tergetar - getar. Tubuhnya gemetaran menahan rangsangan yang sudah tidak terkendalikan itu. Dan di seluruh bagian dalam kemaluannya semakin banjir oleh derai derai air maninya sendiri.
"Oouuuuuuukh........eeeeeessssstttttttt........." rintih perempuan itu berusaha menggosok - gosok bagian permukaan kemaluannya dengan telapak tangan. Dan kemudian khayalannya melayang tinggi teringat kepada masa masa lalunya yang pernah dialaminya bersama Jhose, bekas rekannya satu sekolah di sebuah yayasan orang - orang tidak mampu.
Jhose betul - betul membuat sekujur tubuhnya menjadi hangat dan nyaman. Kemaluannya yang besar dan panjang itu sungguh membuat ia mendelik - delik menahan nikmat yang tiada tara. Tetapi sayangnya kenikmatan yang sangat itu tidak bisa diulanginya lagi. Setelah Jhose selesai menamatkan sekolahnya, lalu pemuda itu pergi ke George dan kemudian bekerja di sebuah pabrik perkayuan. Sejak itu Barbara sudah tak pernah berjumpa lagi dengan pemuda yang pernah memikat hatinya itu.
Sambil terus menerus mengusap - usap permukaan lubang vagina yang di tutupi rapat oleh bebuluan jembut. Khayalan terus menggelinyang membayangkan kejadian - kejadian yang pernah dirasakannya bersama Jhose.
"Uuuukkh, sayang kau tak ada disini Jhose, kalau seandainya saja kau ada disini alangkah nyamannya tubuhku ini. Tentunya kita berdua akan mendesah - desah merasakan nikmatnya sentuhan antara kelamin kita. Ooooh, Jhoss...." kata perempuan itu terpejam - pejam dan terus menggosok - gosok permukaan vagina, yang semakin lama semakin banjir oleh denyut - denyut air mani karena menahan nafsu yang berkobar itu.
Namun di kala asyik - asyiknya perempuan itu menghayal dan merasakan nikmatnya sentuhan telapak tangan yang mengusap - usap permukaan liang vagina, tiba - tiba pintu yang tertutup terkunci itu terdengar diketuk orang dari luar. Khayalan Barbara sudah melayang tinggi itu mendadak sayup dan kecut karena keterkejutan.
"Siapa di luar?" sentaknya seraya bergegas menutup bagian tubuhnya dengan handuk. Dan kemudian dari luar kamar mandi terdengar suara menyahut.
"Aku Bay, buka pintu. Ada sesuatu yang ketinggalan di dalam kamar mandi...." suara dari luar menyahut yang lain tidak adalah Dorby. Ded! Jantung Barbara agak berdetak kaget. Sedangkan keningnya mengernyit berpikir - pikir. "Mau apa boss? Akh biarlah aku buka pintu ini, kalau dia mau biarlah akan aku penuhi seleranya daripada mengonani seperti tadi.....?" bisiknya di dalam hati dan kemudian tangannya mulai memutar anak kunci.
"Celanaku tertinggal, aku tidak bisa mengambil pakaian kalau dengan hanya mengenakan handuk seperti ini...." kata Dorby yang tampak tegak di muka pintu dengan tubuh yang hanya ditutupi selembar handuk. Namun mata pria itu tampak berbinar tajam memperhatikan tubuh Barbara yang hanya ditutupi selembar handuk juga. Namun di bagian atas dia melihat sepasang buah dada yang bulat besar dan montok sama sekali tak tertutup oleh handuk. Dan seketika itu pula tubuhnya tiba tiba menjadi bergetar menahan nafsu ingin rasanya ia menjilat dan melumat puting susu yang tampak mencuat ke muka itu. Namun untuk itu ia masih belum berani melakukannya. Ia mempunyai pikiran, apa pendapat nyonya Christine kalau dia sampai melakukan ke kurang ajaran terhadap putrinya itu. Alangkah malunya ia seorang juragan anggur telah melakukan hal kriminil yang semata - mata membuat nama baiknya menjadi tercemar.
Maka seketika di kala itu ia berpura - pura melangkah masuk dengan tujuan ingin mengambil pakaiannya yang tergantung di dinding sebelah kiri kamar mandi itu. Tetapi tak ubahnya pepatah mengatakan pucuk dicinta ulampun tiba, mendadak setelah ia berada di dalam kamar mandi itu, dan di kala baru saja ia hendak menggapai pakaiannya yang tergantung tiba - tiba Barbara mendekati dan kemudian handuk yang melingkar di pinggangnya di tarik lalu Barbara pun berusaha melepaskan handuknya pula. Sehingga kedua tubuh yang ada di dalam kamar mandi itu sudah dalam keadaan terlanjang bulat.
"Gila....? kau mau apa Bay...?" cetus juragan anggur itu dengan kepura - puraan dan dengan kedua mat membelalak.
"Tuan tidak perlu khawatir, saya mengerti semenjak nyonya Melinda meniggal dunia setahun yang lalu, tuan sudah kehausan. kita tidak berbeda tuan.... saya pun haus tuan...." seloroh Barbara bagai tak sadarkan diri membuka ucapan demikian.
"Haaaa?" sentak lelaki itu dengan mata agak membelalak karena penuh keterkejutan. Namun di kala perempuan itu selesai menghabiskan kalimat ucapannya, tiba - tiba ia merasakan denyut - denyut kemaluannya yang lama kelamaan bangkit tegak berdiri. Dan di kala milik lelaki itu bangkit menegang, darah di sekujur tubuh Barbara terasa menyirap kuat dan sekaligus membuat tubuhnya menjadi hangat karena menahan rangsangan. Ia betul - betul merasa gemas melihat sesuatu yang semula bergelayut itu tiba - tiba berdenyut - denyut dan kemudian tegang dengan kerasnya. Dadanya seketika berdegup keras, tulang - tulang di seluruh tubuh terasa tergetar dan seketika saja ia melangkah mendekati lelaki itu.
"Biarlah di kamar mandi ini kita lakukan tuan...." ujar Barbara lagi dengan disertai tatapan mata sayu, dan kemudian melangkah mendekati. "Rasanya tak ada halangan sekalipun kita lakukan di tempat kosong seperti ini...."
Dorby tercengang diam. Namun di hatinya ketika itu, dia memang betul - betul mengharapkan itu bisa terjadi.
Sementara Dorby terdiam bengong sambil menghela napas panjang, ketika itu Barbara memperlihatkan tubuhnya yang kuning langsat itu. Dorby mulai menggerayangi paha Barbara lalu ke atas dan sampailah ke puncak yang ditujunya.
"Oh....akh Dorby jangan ditusuk pakai jari aaakhhhh....." kata Barbara sambil menggelinjang.
Sejak kematian istrinya nyonya Melinda, ia memang betul haus akan persetubuhan dan rindu sekali menikimati sentuhan lembut dari seorang wanita. Tetapi memang keadaan dirinya yang kurang menarik, wanita-wanita tidak begitu bernafsu untuk melayaninya. Muka buruk, hidungnya pesek, kulitnya hitam dan bentuk postur tubuhnya gemuk pendek serta kepala pun botak itulah penyebab wanita-wanita kurang menyenanginya.
Namun kali ini seperti katak merindukan hujan, tiba-tiba hujan itu turun dengan derasnya. Begitulah yang ada di dalam hati lelaki itu. Maka seketika ia memandang bagian selangkangan paha Barbara yang tampak rimbun oleh bebuluan yang keriting dan panjang sampai menepis ke bagian bawah pusarnya. Dan ketika tatapan itu terjadi tubuhnya mendadak menjadi gemetaran karena menahan nafsu. Di bawah pinggang yang ramping dan berkulit putih itu ia melihat pinggul Barbara padat, sekal dan berlipat-lipat. Di bagian atas pinggang perempuan itu ia melihat sepasang buah dada yang bulat, padat dan dihiasi puting susu yang tampak sudah mencuat tegak berdiri. Seketika lelaki itu menelan air ludah akibat menahan nafsu, dan dibiarkannya perempuan itu mulai merendahkan tubuhnya, duduk berjongkok sambil menggenggam batang peler.
"Juuuuuhhh…" erang suara Dorby menyeringai di kala telapak tangan pegawainya itu mulai menyentuh batang kemaluannya. Jantung yang sudah terasa berdegub menggetarkan dada terasa semakin menjadi-jadi. Apalagi setelah itu Barbara tampak mulai mendekatkan bibirnya kearah bagian kepala zakar. Dan dia mengerti kalau perempuan itu ingin melakukan sesuatu, maka seketika itu ia perlahan-lahan mengangkat mukanya memandang keatas langit-langit kamar mandi itu, berusaha menikmati apa yang dilakukan Barbara saat itu.
"Aaaaaakkkhh…" erang lelaki itu lagi dengan wajah tegang merah padam. Seketika sentuhan ujung lidah yang lembut menggelenyar itu menepis di bagian lubang kemaluannya. Sungguh tak terbayangkan betapa indah keadaan yang ada, sekalipun hanya terjadi di dalam kamar mandi.
Barbara tidak menghiraukan kegelisahan lelaki itu. Tidak diperdulikannya Dorby yang tampak sudah menggeliat-geliat menahan nikmat dan diantar tubuh yang gemetaran. Setelah selesai ia menjilat-jilat bagian lubang perkencingan lelaki itu, lalu seluruh bagian kapala zakar itu diulasnya dengan penuh mesra dan perasaan dengan permukaan lidahnya secara menyeluruh.
Dorby tampak semakin resah gelisah tak menentu. Diantar desah-desah mulut yang menahan rangsangan itu, ia tampak menggeliat tak karuan. Dan kemudian saking tak sadarnya kedua telapak tangannya bergerak yang kemudian meremas-remas rambut Barbara, sehingga rambut menjadi acak-acakan tak menentu.
Tetapi hal itu tak menjadi problem bagi Barbara. Bahkan dengan sikap histeris yang dilakukan lelaki yang sudah tidak sadarkan diri itu, ia semakin menjadi senang, gemas seperti ada suatu kelebihan yang membuat ia menjadi serius untuk menjilat-jilat kapala zakar itu.
Lama perempuan itu mengulas-ulaskan lidah yang semakin lama keadaan kapala zakar itu semakin bersih berkilat dan basah kuyup oleh cairan air ludah. Namun hal yang demikian itu bukanlah sesuatu yang mengurangi semangat Barbara untuk menjilat-jilat itu, bahkan sebaliknya dengan keadaan yang ada itu merupakan salah satu spirit yang memberikan semangat untuk mengadakan aksi itu.
Sesaat keadaan kepala peler kian basah kuyup oleh deraan air ludah. Dan kemudian jilatan itu mulai turun ke bagian batang peler, sehingga keadaan kemaluan lelaki duda itu kian menegang keras dan penuh dilingkari oleh urat-urat yang besar melingkari seluruh bagian batang zakar. Di kala seluruh batang zakar itu telah tersapu seluruhnya oleh ujung lidah perempuan itu, dan keadaan penis kian basah kuyup barulah perempuan itu bangkit dari jongkoknya.
"Uuuuffhh.." desahnya dengan suara terdengar serak parau. Sesaat di kala posisi Barbara sudah tegak berhadap-hadapan dengannya, lalu dengan secara otomatis seperti yang pernah dilakukannya dengan istrinya dahulu, lelaki bertubuh gemuk pendek itu menggantikan posisi Barbara. Perlahan-lahan ia merendahkan tubuhnya duduk berjongkok dan menghadapi bagian selangkangan Barbara. Di kala melihat bebuluan yang keriting panjang dan berwarna pirang itu, guncangan dadanya semakin terasa. Sedangkan kedua kaki yang tertekuk duduk berjongkok itu terasa bergetar karena menahan nafsu yang sangat meluap-luap.
"Eeeeekkhh…" erang suaranya dengan serak, sedangkan kedua belah tangannya bergerak mulai menyentuh bagian bibir vagina perempuan itu. Pada saat jemari kedua belah telapak tangan lelaki itu mulai menyentuh bagian pentingnya, tak ayal Barbara langsung mengerang lagi.
"Ooooww…aaakkkhhh".
Tetapi suara itu sudah tak terpedulikan lagi oleh Dorby. Di kala jari-jarinya mulai menyibak bulu dan kemudian membengkek bibir vagina itu, ia melihat dengan jelas isi vagina yang sudah tampak basah kuyup oleh air mani yang sekaligus membuat keadaan yang ada didalamnya tampak berkilat seperti terkena pernis. Benda yang bergerindil berwarna kemerah-merahan dan berkilat seperti terkena pernis itu sungguh membuat kobaran rangsangan yang ada di dada lelaki itu kian meluap. Maka tak banyak pikir lagi lelaki itu langsung mengeluarkan ujung lidahnya dan kemudian bibir vagina yang menguak lebar itu dijilat dngan penuh perasaan.
"Aaaaauuuuww…" pekik Barbara menahan nikmat. Mata perempuan itu terpejam-pejam dan nafasnya seketika menjadi menyengal-nyengal. Sentuhan lidah yang lembut dan basah itu sungguh memberikan kenikmatan yang tiada tara. Dan semakin perempuan itu resah blingsatan tak karuan, semakin pula semangat Dorby untuk melahap-lahap bibir vagina itu dengan lidahnya. Seru, mesra dan senang sekali tampaknya Dorby mengadakan aksi yang demikian itu.
Setiap sentuhan yang agak menekan di permukaan bibir vagina yang tipis dan peka itu, semakin pula perempuan itu mendesah dan sedangkan dari pelupuk vaginanya mendenyutkan cairan kental dan semata-mata membuat keadaan di liang vagina itu basah dan berkilat bentuknya.
Bibir vagina yang terjegal oleh jemari lelaki itu semakin lama semakin melebar di kala kedua jari-jari itu kian menekan ke arah luar. Dan semakin bibir vagina itu terkuak lebar, semakin pula mata Dorby melihat isi bagian bagian dalam yang bergerunjul lembut dan basah, kemudian dengan penglihatannya itu semakin pula ia merasakan kobaran nafsu di dadanya. Sehingga bagai seekor hewan jantan yang buas tengah menjilat-jilat daerah mangsa, sedemikian pula sikap dan aksi yang dilakukan lelaki itu. Penuh nafsu, penuh gairah, penuh semangat di balik rangsangannya yang bergelora.
Bibir vagina yang terjilat-jilat itu, semakin lama semakin banjir oleh denyut-denyut air mani yang keluar dari pelupuk vagina. Dan cairan yang membanjir itu akhirnya menepis keluar sampai tersentuh oleh ujung lidah lelaki itu. Tetapi dengan tersentuhnya cairan lengket dan licin itu di lidah Dorby, ia tampak semakin blingsatan. Semakin bernafsu dan cairan itu kemudian ditelannya. Cairan yang ditelannya itu tak ubahnya bagai susu kental yang penuh dengan kenyamanan.
Lama Dorby menjilat-jilat bagian bibir vagina dan tak ayal tepian bibir vagina sampai ke bagian permukaan bebuluan yang menutupi permukaan lubang kemaluan itu pun tak luput menjadi basah kuyup oleh karena terjilat-jilat. Keadaannya pun tampak bersih agak kemerah-merahan dan sudah basah kuyup oleh air serta berkilat tampaknya.
Setelah sekian lamanya lelaki itu menjilat-jilat bibir vagina, lalu ia pun berusaha menghela nafas panjang dan kemudian bangkit dari duduk berjongkoknya. Kemudian lengan kirinya langsung dilingkarkannya ke bagian pinggang perempuan itu dan kemudian sambil merengkuh, bibir Barbara dikecupnya kuat-kuat dan sedangkan telapak tangan kanannya bergerak meremas-remas payudara yang sudah menyekal keras itu.
"Uuuufffhh…." Suara Barbara mendesah dan karena mulutnya terhisap kuat oleh mulut lelaki itu. Tetapi menikmati rengkuhan kuat dari lelaki itu, Barbara menggeliat-geliat. Di antara mulutnya yang tersedot itu, ia merasakan sentuhan nyaman pada bagian payudaranya yang teremas-remas itu. Tetapi Dorby tidak memperdulikan sikap perempuan yang tampak sudah blingsatan itu, semakin ia merasakan perempuan itu menyengal-nyengal merasa nikmat, ia semakin menekuk pinggang perempuan itu seraya terus menerus meremas-remas payudara perempuan itu. Bukan main nyaman keadaan yang diterima Barbara ketika itu. Seakan-akan dendam yang selama ini terlupakan tunai sudah diterimanya.
Serangan Dorby yang demikian cukup berlangsung lama. Dada keduanya semakin terasa terguncang kuat oleh degup-degup jantung yang seakan-akan tak pernah mau berhenti. Tubuh semakin terasa bergetar-getar. Nafas terdengar memburu deras dan air keringat dingin pun mulai terasa menepis di seluruh tubuh keduanya.
"Uuuuukkhh….tuuuaan…enak…." desis mulut Barbara dengan kedua mata terpejam-pejam. Nafas tersengal-sengal, sedangkan tubuhnya yang masih terengkuh kuat itu menggeliat-geliat bagai seorang penari striptase.
Tetapi sikap perempuan itu tidak diperdulikan Dorby. Di antara tubuh yang terasa semakin tergetar-getar, ia kemudian melepaskan kecupan itu dan kemudian sambil kian menekuk pinggang perempuan itu, bibirnya didekatkannya ke bagian puting susu yang berada di sebelah kiri dada perempuan itu. Puting susu yang berwarna agak kecoklat-coklatan dan telah mencuat tegak berdiri itu lalu dijilatinya beberapa saat. Barbara kembali tampak semakin menggeliat-geliat. Sentuhan ujung lidah yang lembut dan tiba di puting susu kirinya, ia merasakan titian nafsu kian meningkat. Merasakan sekujur tubuhnya kian nyaman dan segar, sehingga akibat menahan rangsangan yang kian bergelora itu akhirnya denyut-denyut air mani di liang vaginanya kian membanjir dan membecek.
Setelah selesai menjilat-jilat beberapa saat lamanya, lalu lelaki itu mulai menghisap pelan-pelan puting susu itu. Barbara kian resah salah tingkah menghadapi itu. Blingsatan! Sedangkan nafasnya terde ngar mendesah seperti sulit untuk dinafaskannya. Dan dikala ia telah selesai menjilat-jilat dan melumat puting susu sebelah kiri kemudian lelaki itu melanjutkannya lagi ke bagian puting susu sebelah kanan, sehingga lama kelamaan kedua puting susu itu tampak semakin mencuat tegak berdiri dan keadaannya pun sudah tampak basah kuyup oleh air ludah Dorby.
Selang beberapa saat setelah selesai menjilat dan melumat kedua puting susu itu, sampai keadaan payudara Barbara semakin menyembul mengeras karena terangsang hebat lalu lelaki itu mulai bergerak merubah pola permainannya lagi. Perempuan itu dihelanya sampai ke tepian bak mandi yang terbuat dari porselin. Kemudian kedua tangan Barbara disuruhnya memegang tepian tembok porselin itu. Di kala perempuan itu mengikuti perintahnya, kemudian lelaki itu langsung mengangkat kaki sebelah kiri Barbara yang kemudian diletakkannya di bahu kirinya. Dan kemudian setelah posisi Barbara setengah menungging dengan kedua telapak tangan memegang tepian tembok bak, telapak tangan kiri Dorby langsung menahan kaki Barbara yang ada di pundaknya, sedangkan telapak tangan kanannya bergerak menggenggam batang zakarnya yang sudah menegang keras ke muka itu.
Lalu kepala zakar yang sudah tergenggam itu diarahkannya ke permukaan lubang vagina. Di kala kepala kemaluannya tepat berada di permukaan lubang kemaluan perempuan itu, perlahan-lahan lelaki itu menekan pantatnya ke muka dan…..
"Blluuuuuueeeess…….".
Zakar itu turut maju ke muka di kala pantat Dorby bergerak maju, dan kemudian langsung menyeruak masuk membelah bibir vagina yang keadaannya sudah basah kuyup oleh cairan-cairan kental dan licin.
Sesaat penis yang telah menyrobot masuk itu perlahan-lahan terus menggesek bergerak sampai amblas seluruhnya membenam di lubang vagina. Di kala pergesekan itu terjadi dengan cara perlahan-lahan, keduanya merasakan sentuhan lembut, licin yang sangat memberikan kenikmatan. Tak ayal kedua mata insan yang sudah dalam keadaan telanjang bulat itu langsung memejamkan matanya.
"Aaaaakkkhhh….uuufff…." rintih Barbara merasakan sekujur tubuhnya basah kuyup oleh curahan manisnya air madu dalam khayalan. Darahnya menyirap kuat menggelusur dan kemudian membuat hangat.
"Uuuuhhh…." erang Dorby dengan suara terdengar serak-serak parau seperti terdesak oleh tingginya tensi rangsangan. Kepalanya seketika menghadap ke atas langit-langit kamar mandi tiu, sedangkan kedua belah matanya tampak terpejam-pejan menikmati nyamannya perasaan di kala itu.
Tangan kiri yang menahan kaki kiri Barbara yang berada di atas pundaknya semakin erat. Sedangkan telapak tangan kanan yang semula menggenggam batang penis kemudian bergerak berusaha meremas-remas payudara kanan Barbara. Dan ketika peler itu sudah amblas masuk seluruhnya di liang vagina, lalu perlahan-lahan lelaki bertubuh gemuk pendek itu menghela pantatnya ke belakang, dan kemaluannya yang sudah amblas di liang vagina perlahan-lahan bergerak keluar. Dan di kala peler itu beringsut sampai sebatas kepala zakar yang masih terjepit di belahan bibir vagina, lalu Dorby menekan pantatnya lagi ke muka, peler itu pun begerak maju perlahan-lahan ke muka. Dan di kala kepala zakar itu telah membentur pelupuk kemaluan Barbara yang lembut dan licin, perlahan-lahan menghela pantatnya ke belakang, perlahan-lahan penis yang keras tegang itu beringsut mundur sampai sebatas kepala kemaluannya saja yang masih terjepit di belahan vagina. Dan kemudian sambil mendesah-desah lelaki itu kembali menekan pantatnya ke muka, sedangkan peler pun bergerak perlahan-lahan lagi ke muka. Dan di kala peler itu sudah membenam amblas masuk di lubang vagina, lalu perlahan-lahan Dorby menghela pantatnya kembali ke belakang kembali. Hal yang semacam itu dilakukan Dorby berulang-ulang dengan cara estafet, dan disertai gerakan yang tampak erotis sekali.
Gerakan yang penuh dengan perasaan itu, berlalu dengan penuh penghayatan. Dan hasil dari aksi yang demikian sungguh membuat keadaan keduanya seakan-akan tengah berada di alam surga yang penuh dengan keindahan serta kenyamanan. Seolah-olah tidak ada lagi yang lebih menyenangkan, lebih memberikan kenikmatan dan kenyamanan selain dengan cara itu.
Gerakan pinggul Dorby yang bergerak maju mundur, lama kelamaan semakin lancar karena denyut-denyut air mani yang terus menerus mengalir dari pelupuk liang vagina. Air mani yang agak kental dan licin membuat renyahnya sentuhan serta mudahnya gerakan penis yang keluar masuk itu. Air itu adalah kodrat yang merupakan bahan pelumas memperlancar persetubuhan. Dan akibat gerakan yang berlangsung tak henti-henti itu akhirnya membuat air mani semakin mengalir keluar dan membanjir sehingga tak ayal membuahkan suara-suara mendecak membecek.
" Crep…crep…crep…jrot…jret…." decak-decak becek yang tak ubahnya bagai lumpur yang terpijak-pijak kaki bajak di tengah sawah.
Suara-suara itu pun sesungguhnya merupakan bahan spirit yang membuat keduanya semakin mengkhayal jauh tinggi menepis keatas awan. Semakin lupa dengan keadaan diri dan tengah apa ketika itu mereka. Yang ada di dalam pikiran keduanya hanyalah menikmati sentuhan-sentuhan lembut menggelenyar dan membuat sekujur tubuh terasa nyaman.
Lama Dorby terus menggoyah-goyahkan pantatnya maju mundur, dan dengan keadaan setengah menungging dengan kaki kiri tergantung di bahu lelaki itu, Barbara mengimbanginya dengan cara mengoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Sehingga bibir vagina tampak mengempot kedalam ketika peler bergerak masuk ke liang vagina dan merekah keluar ketika peler itu bergerak keluar. Keadaan bibir vagina itu tak ubahnya bagai klep yang mengulas-ulas dinding-dinding batang penis dengan cara lembut dan di antara sentuhan-sentuhan kelentit. Gerakan yang tak henti-henti itu pun semakin membuat keadaan batang zakar basah kuyup oleh deraian air mani perempuan itu hingga keadaannya tampak berkilat seperti polesan pernis.
Desah-desah nafas keduanya terdengar menyengal-nyengal seperti orang terserang penyakit sesak nafas. Dan karena agak lamanya gerakan yang tak henti-henti itu akhirnya membuat tubuh mereka basah kuyup oleh air keringat yang mengucur deras. Sedangkan kepala yang menghadap ke atas langit-langit kamar mandi itu bergoyah ke kiri dan ke kanan mengikuti gerakan pantat yang mereka lakukan serta tak ayal membuat rambut mereka menjadi acak-acakan. Dada mereka terguncang keras karena degup-degup jantung dan seluruh tulang-tulang yang ada di tubuhnya terasa bergetar.
Namun semua yang ada itu bukanlah merupakan suatu penghalang atau kendala bagi keduanya untuk meniti naik ke puncak orgasme. Bahkan sebaliknya semua yang terasa mengganggu konsentrasi persetubuhan itu, adalah merupakan spirit yang memberikan rangsangan untuk berlalu terus meraih puncak klimaks.
"Eest…uuuwww..aakkhh…eesstt…" desis-desis mulut Barbara tak henti-henti dengan kedua belah mata mendelik-delik menahan nikmat yang teramat dalam.
"Uuuukkhh….eekkh…akhh…uuff…" erang suara Dorby tak henti-henti dan terdengar serak-serak parau.
Gerakan pantat keduanya terus berlangsung dengan serasi, erotis dan bergerak dengan cara erotis. Sedangkan sekujur tubuh semakin lama semakin terasa bergetar karena begitu kuatnya sentuhan nikmat yang mereka terima.
Hampir dua jam mereka berada di dalam kamar mandi itu. Posisi dan aksi mereka tetap seperti biasa. Sedangkan decak-decak membecek akibat pergesekan kedua kemaluan itu semakin lama semakin terdengar kuat. Dan semakin telinga mereka mendengar suara-suara itu keduanya mulai mempercepat gerakan pantat mereka, sehingga tak ayal bibir vagina itu memble ke kiri dan ke kanan di kala Barbara menggoyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan.
Semakin kuat gerakan pantat itu akhirnya keduanya merasakan adanya perubahan di dalam tubuh. Sel-sel dan hormon yang tersembunyi di tulang-tulang sum-sum keduanya terasa bergerak keluar dan kemudian mengalir menuju ke kantung sperma. Dan di kala sel-sel dan hormon itu sudah masuk ke kantung sperma, lalu tubuh keduanya terasa menegang kencang. Di kala tubuh mereka mulai tegang, gerakan itu dilakukan keduanya dengan cepat dan kuat sekali. Sehingga selang beberapa kali lelaki itu menghujamkan pantatnya maju mundur, tiba-tiba terdengar suara pekikan histeris dari mulut Barbara.
"Ooooouuuwww….eeeeesssstt….." suara permpuan itu dengan kedua mata terpejam. Di saat lelaki itu menghempaskan pantatnya kuat-kuat tiba-tiba ia merasakan sel-sel yang sudah berkumpul di dalam kantung sperma, bergerak keluar dan kemudian meluncur keluar lewat dari lubuk vaginanya.
"Seerr….seerr…seerr…" denyut-denyut sel-sel yang berubah menjadi sperma, cairan yang hangat dan kental kemudian kian membanjir di liang vagina. Di kala denyut-denyut sperma itu memancar keluar, tubuh Barbara yang semula tegang kencang, mendadak menjadi lemas tak berdaya sama sekali.
"Aaaaahhh…." erang Barbara kembali dan kemudian dengan keadaan lemas tak berdaya dan seluruh liang vaginanya terasa ngilu, ia membiarkan lelaki itu masih terus aktif menggoyang-goyangkan pantatnya maju mundur.
Sedangkan sebaliknya Dorby yang mengerti kalau pegawainya itu sudah mengeluarkan air kental, dan dia faham kalau perempuan itu sudah tidak berdaya sama sekali, maka seketika sambil memeras-meras payudara semakin kuat, ia lalu menghujamkan rudalnya maju mundur dengan cepat dan lebih kuat. Decak-decak suara yang terdengar kian membecek itu sama sekali sudah tak terpedulikan olehnya. Dan hanya selang beberapa kali ia menghempaskan pantatnya maju mundur, tiba-tiba tubuhnya semakin terasa menegang kencang dan….
"Croott…creett….seerr….seerr…"
"Aaaaaaaaakkkkhhhh…" erang suara Dorby yang terdengar tak ubahnya bagai raungan suara harimau. Hormon yang sudah berkumpul di kantung sperma terasa bergerak keluar lewat dari lubang perkencingannya.
"Jret…jret….jret…" denyut-denyut hormon yang berubah menjadi sperma kemudian kian membanjir di pelupuk liang vagina itu. Mata lelaki itu mendelik-delik di kala ia merasakan denyut-denyut cairan hangat dan kental itu memancar keluar. Dan tubuh yang semula terasa menegang kencang, tiba-tiba berbalik menjadi lemas tak berdaya sama sekali.
"Uuuuuukh…" desahnya lagi, dengan keadaan sisa-sisa tenaga yang masih ada, lalu perlahan-lahan kaki Barbara yang masih berada di pundaknya diturunkannya dan di kala kaki perempuan itu berada di permukaan lantai, perlahan-lahan lelaki itu mencabut penis yang masih terbenam di lubuk vagina.
"Aaaaahhhh….." suara Barbara masih merasakan sisa kenikmatan di kala lelaki itu mencabut pelernya dari vagina.
"Eeeekhhkh…" suara Dorby pula dan kemudian berusaha memegang batang pelernya yang sudah basah kuyup oleh air mani yang bercampur dengan sperma mereka berdua, dan setelah itu, bagai orang yang kelelahan sehabis berlari jauh keduanya pun terjerembab menjatuhkan di atas lantai, dengan posisi punggung keduanya bersandar ke dinding tembok sebelah kanan kamar mandi tersebut.
Demikianlah akhir dari cerita ini yang berakhir dengan tidak ada yang buruk bagi iblis untuk sesuatu yang menjerumuskan, dan tak ada yang baik bagi bisikan iblis yang terkandung dalam kehidupan yang layak dan wajar.
Tamat